RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Sejumlah pedangan di area Terminal Mardika Kota Ambon meminta kepada Ketua Asosiasi Pedagang Mardika (APMA), Alham Valeo, untuk tidak ‘cuci tangan’ (menghindar) atas persoalan pembangunan kembali lapak-lapak di areal terminal serta soal penentuan harga per lapak sebesar Rp 9 juta.
Hal itu disampaikan untuk menanggapi pernyataan ketua APMA yang membantah bahwa dirinya ikut mencampuri soal penentuan harga lapak yang bangun di dalam area Terminal Mardika. Alasannya, kewenangan penataan kembali lapak-lapak tersebut ada pada paguyuban pedagang terminal, dan harga lapak itu berdasarkan musyawarah dari pedagang.
“Kami punya bukti rekaman video lengkap saat rapat pembahasan pembangunan lapak di terminal. Dalam rapat itu Ketua APMA Alham Valeo bersama Ketua Paguyuban Pedagang Terminal Mardika, Ahmad La Gonza, menentukan harga lapak yang awalnya Rp 10 juta turun menjadi Rp 9 juta,” tegas Koordinator Pedagang Terminal A2, Musani, kepada koran ini di Ambon, Selasa, 7 Maret 2023.
Musani menceritakan, awalnya dirinya bersama para pedagang Terminal Mardika mendapat surat undangan rapat dalam rangka membahas pembongkaran pagar dan pembersihan got di area terminal, bertempat di Kafe Tempoe Doeloe, Jalan Sam Ratulangi, Kota Ambon, 2 Februari 2023, pukul 10.00 Wit.
Anehnya, kata Musani, ketika rapat berlangsung yang dipimpin oleh Ketua APMA Alham Valeo bersama Ketua Paguyuban Pedagang Terminal Mardika, Ahmad La Gonza, yang dibahas ternyata soal pembangunan kembali lapak-lapak di dalam area terminal juga penetapan harga per lapak Rp 9 juta.
“Saat itu kami bertanya apakah Rp 9 juta ini kami diberikan waktu untuk berjualan berapa lama. Jangan sampai kita sudah bayar tapi beberapa bulan kemudian lapak kami sudah dibongkar oleh pemerintah. Lalu La Gonza mengatakan bahwa dia siap pasang badan kalau sampai terjadi pembongkaran lapak di dalam terminal,” ungkapnya.
Saat rapat, kata Musani, hanya satu dua orang saja yang setuju dengan penetapan harga per lapak sebesar Rp 9 juta. Sebab, banyak pedagang yang bertanya-tanya soal pembangunan kembali lapak serta penentuan harga lapak tersebut apakah telah diketahui oleh pemerintah daerah atau tidak.
Ketua APMA Alham Valeo dan Ketua Paguyuban Ahmad La Gonza, lanjut Musani, saat itu berdalih bahwa mereka telah menguasai Terminal Mardika selama 14 tahun dan telah mendapat rekomendasi dari PT. Bumi Perkasa Timur (BPT). Bahkan, mereka meminta para pedagang yang tidak percaya untuk dapat langsung menemui pihak PT. BPT, mitra kerja Pemerintah Provinsi Maluku.
“Kami pedagang tidak ada yang sepakat dengan harga Rp 9 juta itu. Hanya satu dua orang saja yang sepakat, itupun orang-orang mereka. Seandainya uang Rp 9 juta ini masuk ke kas daerah, kami mendukung, tapi kalau masuk ke kantong-kantong pribadi, kami tidak mau. Sebab, kalau kita bayar lalu suatu saat lapak kami dibongkar, kita mau mengadu ke mana, kami juga yang dikorbankan,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan Rosita, salah satu pedagang di Terminal Mardika. Dia mangaku mempunyai bukti rekaman video saat rapat berlangsung, dimana saat itu ketua APMA Alham Valeo berbisik-bisik dengan ketua paguyuban Ahmad La Gonza soal penetapan harga per lapak dari 10 juta turun jadi Rp 9 juta.
“Jujur saja, kami pedagang saat rapat tidak ada yang setuju dengan harga lapak Rp 9 juta itu. Dan saya pastikan Ketua APMA Alham Valea terlibat dalam penentuan harga lapak di terminal. Kalau Alham Valeo membantah tidak tentukan harga, saya punya bukti rekaman video lengkap dari awal sampai rapat selesai,” tantang Rosita.
Rosita juga mengaku sempat diancam oleh ketua paguyuban Ahmad La Gonza, soal tidak akan diberikan tempat untuk berjualan di dalam areal terminal jika tidak membersihkan got-got di dalam terminal.
“La Gonza itu baru kemarin datang, kenapa mau ancam-ancam kami. Saya jualan sudah 14 tahun sejak tahun 2006. Lapak itu berdiri tahun 2009. Saya 2006 sudah berjualan disitu. Sekarang mereka ancam-ancam saya,” ungkapnya.
“Saya juga pernah telepon La Gonza bahwa kenapa libatkan APMA soal lapak terminal. La Gonza katakan bahwa APMA ini punya kekuatan besar dan kenal banyak pejabat daerah. Dia juga katakan bahwa ini atas kerjasama dengan BPT, dan BPT ini pegang Mardika selama 15 tahun,” tambahnya.
Di kesempatan itu, Ketua Forum Komunikasi Pengusaha Mardika (FKPM), Ali Sey, yang juga pemilik salah satu ruko di Terminal Tantui, berharap kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Ambon, agar dapat membongkar seluruh lapak-lapak yang dibangun kembali di area terminal.
Sebab, selain fungsi terminal bukan untuk tempat pedagang, pembangunan lapak-lapak tersebut secara tidak langsung telah menutup jalur masuk ke tempat usaha pemilik ruko-ruko yang ada di sekitarnya.
“Kami minta jangan hanya menghentikan sementara pembangunan lapak-lapak itu, tetapi harus pembongkaran. Karena fungsi terminal itu bukan untuk pedagang berjualan, melainkan untuk tempat menaikkan dan menurunkan penumpang,” harapnya.
Ali mengaku sudah dua kali melayangkan surat keberatan atas pembangunan lapak-lapak di areal terminal kepada Penjabat Walikota Ambon dan tembusan ke Sekda Maluku, dinas-dinas terkait (Disperindag dan Dishub), Polresta Ambon dan Polda Maluku.
“Namun sampai hari ini kami yang kontra dengan pembangunan lapak-lapak itu, malah kami tidak dipanggil, yang dipanggil hanya pihak APMA dan paguyuban saja,” keluhnya. (RIO)