RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Drama Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Mardika (APMA) Ambon, Alham Valeo, dan bos PT. Bumi Perkasa Timur (BPT) dalam membangun lapak dagangan di dalam Terminal Mardika Kota Ambon dengan dalil untuk menyelamatkan nasib pedagang dan menumbuhkan perekonomian, akhirnya terbongkar.
Kedok keduanya dibongkar langsung oleh Rahmat Marasabessy, mantan orang dekat Alham Valeo, yang pernah dipercaya menjadi Koordinator Lapangan (Korlap) untuk mengatur semua penagihan baik itu soal parkiran, retribusi sampah dan lapak pedagang.
Amat, sapan akrab Rahmat Marasabessy, kepada koran ini menceritakan, ide pembongkaran dan pembangunan kembali lapak dagangan di dalam Terminal Mardika datang dari tawaran Ketua APMA Ambon Alham Valeo kepada bos PT. BPT.
“Saat itu Alham datang ke kantor PT BPT dan menawarkan untuk membuat lapak-lapak pedagang di dalam Terminal Mardika. Tapi sebelumnya harus digusur dulu lapak yang ada,” ungkap Amat.
Untuk lebih meyakinkan bos PT. BPT, lanjut Amat, Alham kemudian merincikan jumlah pedagang dan tarif per lapak hingga meraup keuntungan miliaran rupiah.
“Alham jelaskan ke bos PT BPT kalau keuntungan yang didapat bisa mencapai Rp 3 miliar, sebab pedagang yang siap masuk dan membayar per lapak sebesar Rp 9 juta itu berjumlah lebih dari 300 pedagang,” bebernya.
Mendengar tawaran yang menggiurkan itu, lanjut Amat, bos PT. BPT akhirnya sepakat dan mengatakan bahwa pembongkaran lapak di terminal ditangani oleh PT. BPT, sementara pembangunan ditangani oleh Alham.
Namun pada kenyataan yang terjadi di lapangan, pembongkaran lapak di dalam Terminal Mardika pada 8 Februari 2023 lalu itu, anak buah PT BPT hanya melakukan pengawasan, sedangkan yang bekerja membongkar adalah anak buah Alham Valeo.
“Yang kerja untuk bongkar itu adalah anak buah Alham, orang-orang BPT hanya mengawasi saja. Alat berat dan uang makan untuk anak buah PT. BPT juga yang bayar itu Alham melalui La Ode Karman,” terangnya.
Dia menuturkan, tidak heran jika Alham Valeo menjadi orang pertama yang sangat menentang Penjabat Walikota Ambon untuk merelokasi pedagang di dalam terminal ke tempat lain.
“Sebab saya sudah tanyakan langsung ke beberapa pedagang, mereka telah membayar uang muka sebesar Rp 5 juta untuk lapak yang saat ini sedang dibangun di dalam terminal. Ada yang setor ke Alham, ada juga ke anak dari bos PT.BPT,” katanya.
“Makanya itu dia ngotot dan menolak kaluar pekerjaan lapak di dalam terminal dihentikan Pemkot dan pedagang direlokasi, karena memang mereka sudah ambil uang dari pedagang sebagai uang muka lapak itu,” tambahnya.
Amat mengaku sudah belasan tahun hidup di dalam pasar dan terminal Mardika. Dan semua pedagang yang berdagang di dalam terminal rata-rata telah memiliki lapak di dalam Mardika.
“Mereka yang lapaknya dibongkar inikan sebenarnya bukan pedagang di dalam terminal. Mereka itu sudah punya lapak di Pasar Apung dan trotoar. Hanya saja, karena peluang berdagang didalam terminal itu lebih bagus, mereka akhirnya duduk berjualan disitu (terminal),” paparnya.
“Jadi, awalnya itu hanya menggunakan meja kecil di dalam terminal, karena tidak ada yang larang makanya dibangun lapak-lapak kecil menggunakan terpal, ada juga yang pakai payung. Tapi sebenarnya mereka ini bukan pedagang di dalam terminal, jadi kalau sudah digusur, tidak perlu lagi direlokasi karena mereka akan kembali berdagang di lapak asalnya (apung dan trotoar),” tambahnya.
Terkait hal itu, Ketua APMA Ambon, Alham Valeo, yang dikonfirmasi via telepon, tidak dapat tersambung karena berada di luar service area.
Direktur Utama PT. BPT, Muhammad F.G. Thiopelus alias Kipe, yang dikonfirmasi melalui seluler, juga tidak merespon hingga berita ini diterbitkan. (TIM)