RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID, AMBON, — Wakil Ketua Komisi I DPRD Maluku, Jantje Wenno, menduga ada mafia tanah dibalik proses eksekusi di Jalan Jenderal Sudirman, Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, beberapa hari lalu.
“Menurut saya objek sengketa ini bukan di Jalan Jenderal Sudirman, insting saya ada mafia di balik ini semua, dan itu masuk akal,” cetus Wenno di sela-sela rapat mediasi yang dilangsungkan di Ruang Paripurna DPRD Maluku, Selasa, 7 Februari 2023.
Dikatakan Wenno, berdasarkan peta daerah tersebut di tahun 1.977 belum ada Jalan Jenderal Sudirman, melainkan jalan Sultan Hasanudin, kemudian di tahun 1979 baru dilakukan pembebasan lahan oleh pemerintah daerah (Pemda).
“Jangan sampai objek sengketa di tempat lain, tapi terjadi proses sengketa di tempat lain. Olehnya itu saya kira eksekusi sudah berjalan, tapi kita tahu bersama bahwa ada keputusan hukum yang sudah inkrach. Namun faktanya, pernah ada keputusan perdata yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya kemudian baru diketahui beberapa tahun kemudian. Saya harap apa yang menimpa masyarakat di Jalan Jenderal Sudirman sesuai dengan apa yang saya perkirakan,” tutur Wenno.
Sementara itu, Kepala Bidang Biro Aset Pemda Maluku, Daniel Pasodung, menjelaskan bahwa sesuai dengan yang disampaikan kepadanya bahwa terdapat plang yang dipasang oleh Pemda Maluku dengan luas 115.430 Hektar, kurang lebih Rp 1,5 miliar. Nilai ini sesuai dengan pada saat belum pelebaran jalan.
“Saya jelaskan kronologis pertamanya yaitu pada tahun 1979 ada pembebasan lahan oleh pemprov di Galunggung, yang mungkin tadi bapak ketua jelaskan bahwa dulu jalan itu belum ada, mungkin tahun 1979 baru dilakukan pembebasan pertama, kemudian pembebasan kedua tahun 1984 dan tahun 1983, ada semua dokumennya yang dibebaskan,” terang Daniel.
Diakuinya bahwa tanah tersebut adalah milik Pemerintah Provinsi Maluku yang sekarang bernama DAMIJA (daerah milik jalan), yang seharusnya tidak diperkenankan/diperbolehkan untuk melakukan proses pembangunan di daerah tersebut, lantaran dengan tujuan untuk penataan kota.
“Sebelum eksekusi tanggal 19 Januari 2023, masyarakat datang ke kami dan Pemprov sudah membuat surat ke Sekda, kemudian tiga kali dibatalkan dengan alasan tidak bisa negosiasi di tanggal 19. Kemudian tanggal 25 dan tanggal 31 baru dieksekusi, namun yang masuk lahan eksekusi diatas itu bukan termasuk lahan Pemda,” akuinya.
Dia menambahkan, lahan Pemda jika dilihat dari besaran yang ada di peta, ada yang tiga meter, ada yang empat meter dari badan jalan. Jadi itu semua masuk di wilayah Damija, sehingga pada saat pelebaran jalan nanti pihaknya tidak akan mengambil lagi bangunan-bangunan yang ada disitu, sehingga diminta untuk dikosongkan.
“Jadi kami sampaikan bahwa yang menjadi lahan eksekusi kemarin di atas itu bukan merupakan aset Pemerintah Provinsi Maluku, tapi merupakan tanah yang sudah mendapatkan keputusan yang inkrach dari pengadilan, seperti yang disampaikan tadi bahwa kita hormati proses hukum yang sudah terjadi. Sehingga apapun yang akan terjadi kedepan kita menghormati keputusan pengadilan yang sudah inkrcah,” tambah Daniel.
Dia menuturkan, bahwa pihak pemerintah telah memasang plang di titik lokasi agar memberikan tanda di area milik jalan bahwa ada yang lima meter ada yang tiga meter yang mana merupakan milik pemprov.
“Nanti setelah selesai ini baru kami lakukan pengembalian batas bersama dengan BPN, kebetulan BPN juga ada di sini setelah selesai di atas itu kami akan melakukan inventarisasi ulang kemudian pengembalian batas,” tuturnya.
Diketahui, rapat mediasi dengan Komisi I DPRD Maluku tersebut dihadiri oleh pihak Biro Aset Pemda Maluku, Perwakilan ATR/BPN Maluku serta puluhan masyarakat yang terkena dampak penggusuran di Jalan Jenderal Sudirman. (SSL/ RIO)