RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID, AMBON — Kejaksaan Negeri (Kejari) Seram Bagian Barat (SBB) resmi melakukan penahanan terhadap dua tersangka dugaan korupsi sisa Dana Siap Pakai (DSP) pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk penanganan darurat bencana gempa bumi tahun anggaran 2019, ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Piru, Senin, 6 Februari 2023.
Plh Kasi Intelijen Kejari SBB, Taufik E. Purwanto, SH, mengatakan, dua tersangka yang ditahan itu Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten SBB, Marlin Mayaut, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Bendahara BPBD Kabupaten SBB, Muid Tulapessy, selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP).
“Kedua tersangka ini ditahan oleh penyidik selama 20 hari kedepan, terhitung mulai hari ini sampai dengan 25 Februari 2023 mendatang,” kata Taufik, kepada koran ini via selulernya.
Sebelum ditahan, kata Taufik, kedua tersangka tersebut lebih dulu menjalani pemeriksaan oleh penyidik, untuk melengkapi berkas perkara masing-masing di tahap penyidikan.
“Jadi, tujuan penahanan tersangka ini agar mereka tidak melarikan diri, tidak mengulangi perbuatan yang sama dan tidak menghilangkan barang bukti,” tuturnya.
Dia menjelaskan, Marlin Mayaut ditetapkan sebagai tersangka lantaran yang bersangkutan selaku PPK diduga telah mencairkan uang sebesar Rp 1 miliar dari total sisa DSP senilai Rp 4.357.507.013 di rekening kas Kantor BPBD SBB secara berturut-turut dalam waktu yang sangat singkat selama Oktober 2021. Dimana, Pencairan anggaran ini dibantu oleh Muid Tulapessy selaku BPP.
“Padahal, sisa DSP Rp 4.357.507.013 ini seharusnya dikembalikan ke kas negara oleh BPBD berdasarkan ketentuan Peraturan BNPB No. 4 tahun 2020 Pasal 9 ayat (1), namun faktanya tidak dikembalikan. Dan saat ini sisa DSP di rekening kas BPBD berkurang menjadi Rp 3.357.507.013,” jelas Taufik.
Perbuatan kedua tersangka, kata Taufik, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, lanjut Taufik, juga diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Jika Jaksa Penyidik merasa unsur pasal yang disangkakan terhadap kedua tersangka itu telah terpenuhi, maka akan segera dilakukan penyerahan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau Tahap I,” jelasnya. (RIO)