RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID, AMBON, — Masyarakat Negeri Wahai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), melaporkan Penjabat Negeri Wahai, Hasan Basri Tidore, beserta perangkatnya dan Ketua Saniri Negeri Wahai, Samsudin Maelan, atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan anggaran Dana Desa (DD) tahun 2021, ke Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
“Kemarin, ada beberapa orang yang mengatasnamakan masyarakat Negeri Wahai datang untuk memasukan laporan kasus dana desa yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum di pemerintah negeri dan saniri itu,” kata Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, di kantornya, Jumat, 3 Februari 2023.
Dalam laporan masyarakat itu, kata Wahyudi, masyarakat menyertakan bukti permulaan dan hasil pelaporan dari Bendahara Negeri Wahai, Ye Moksen Al Hamid, terkait dengan Item- item sesuai RAB pekerjaan.
Di antaranya, pertama, dengan pekerjaan fiktif Program Pekerjaan Jembatan Mangrove sesuai di RAB Jembatan Eco Resort Desa Wahai yang realisasi anggaran telah dicairkan bendahara pada tanggal 3 dan 4 November 2021, dan sampai saat ini proyek jembatan tersebut tidak pernah ada, sementara anggaran sudah direalisasikan 100 persen.
Kedua, pembangunan Gedung Baru TK Seroja yang ditangani secara langsung oleh Ketua Saniri Samsudin Maelan, diduga sarat manipulatif.
Sebab, Gedung TK Tersebut sesuai dengan RAB tahun anggaran 2021 dikerjakan oleh ketua saniri tidak sesuai dengan ketentuan yang ada di RAB, meliputi luasan dan bahan bangunan yang dipakai adalah bahan bekas, bukan yang baru (sesuai keterangan dari kepala sekolah dan guru TK Seroja.
Ketiga, dana Covid 19 tahun 2021 yang dikelola sendiri oleh Penjabat Negeri Wahai beserta istrinya tidak melalui Kaur Pemberdayaan Desa, namun diduga dilakukan oleh mereka dalam hal perbelanjaan dan Posko Pelayanan Covid juga tidak ada kegiatan.
Keempat, dana Covid Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2021 asumsi 2024 nama penerima, namun kenyataan dilapangan hanya 70 nama yang menerima.
Kelima, adanya penarikan dana Bumdes yang diduga dilakukan oleh penjabat Hasan Basri Tidore tanpa sepengetahuan kepala Bumdes sendiri, diduga tandatangannya dipalsukan untuk pencairan di ban, dan dananya sampai saat ini belum dikembalikan ke rekening Bumdes (sesuai keterangan dari Kepala Bumdes Ye Ekan Alhamid).
Keenam, dugaan Mark Up beberapa proyek jembatan dan beberapa proyek yang lain. Dan ketujuh, pembelian mesin cetak batako dan mesin molen dari dana desa, tapi diduga dipakai untuk keperluan pribadi penjabat dan kaur desa. “Itulah beberapa item yang menurut masyarakat harus diusut dan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” beber Wahyudi. (RIO)