Eksekusi Tanah di Jalan Jenderal Sudirman
Laporan: Hery Purwanto | KOTA AMBON
EKSEKUSI puluhan rumah di Jalan Jenderal Sudirman, akhirnya dilakukan setelah dua kali mengalami penundaan. Rumah-rumah yang berdiri di atas lahan milik Kolonel Pieters itu akhirnya dibongkar ekskavator, Selasa 31 Januari 2023.
Seorang wanita sempat mencoba menghalangi ekskavator yang akan merobohkan rumah warga. Namun, aksi nekat wanita itu berhasil diamankan oleh aparat keamanan atau Polwan yang sementara memantau dan berjaga-jaga di lokasi eksekusi.
Tak hanya itu, puluhan masyarakat juga sempat melakukan perlawanan dengan akan membakar ban yang sudah disirami minyak, namun berhasil dicegat aparat kepolisian. Alasannya, para pemilik rumah yang dieksekusi mengaku sudah membayar.
“Kami sudah bayar ratusan juta,” teriak salah satu warga.
Pihak Desa dan Saniri Negeri Batu Merah, terlihat berdebat dengan petugas eksekusi. Mereka menilai ada keanehan dalam proses eksekusi tersebut. Harusnya, kata salah satu pengurus Saniri di depan blockade polisi, pihak Pengadilan Negeri (PN) menunjukan pengembalia batas lahan, barulah dilakukan eksekusi. Sebab, sebagaimana diketahui, beberapa rumah warga itu juga berdiri di atas lahan milik pemerintah atau garis sepadan jalan.
“Jadi ini aneh, belum pengembalian batas lahan, tapi kok sudah dieksekusi,” tanyanya.
Kurang lebih tiga jam, proses eksekusi tanah akhirnya berjalan lancar yang diawali dengan pembacaan berita acara penetapan eksekusi No: 1/Pen.Pdt.Eks/ 2022/ PN Amb Jo Putusan PN Ambon No: 206/Pdt.G/ 2019/ PN.Amb oleh Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Ricky Satumalay.
Sebelum alat berat ekskavator merobohkan gedung rumah, toko/ kios dan salah satu rumah makan, masyarakat setempat diberikan waktu untuk dapat mengevakuasi perabotan rumah tangga mereka.
Pihak pertama yang mengevakuasi perabotan adalah Rumah Makan Arema Barokah, kemudian diikuti beberapa warga lainnya. Setalah evakuasi perabotan rumah, ekskavator langsung bergerak merobohkan bangunan yang masuk dalam hak tanah milik ahli waris Patria Hanoch Piters selaku pemohon eksekusi.
Terkait eksekusi tanah seluas 60, 847 meter persegi ini, Kuasa Hukum Ahli Waris Patria Hanoch Pieters, Helmi Suilatu, mengatakan, bangunan yang terdata itu kurang lebih 40 unit, tidak termasuk rumah ibadah masyarakat, yakni Masjid Al Hijrah.
“Masjid tidak termasuk. Tapi kalau dikemudian hari dia (Masjid) masuk dalam tanah klien kami, maka salah satu kesepakan kami kepada klien kami untuk wajib mewakafkannya, kami hibahkan kepada masyarakat di sini,” tutur Helmi, kepada wartawan di lokasi eksekusi.
Dikatakan Helmi, dari sekian bangunan yang dibongkar, terdapat beberapa rumah warga yang akhirnya tidak ikut dieksekusi lantaran sudah menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.
“Yang tidak dibongkar sampai saat ini, yang berperkara itu ada satu namanya ibu Naci Iba. Lalu kemudian kita lihat ke arah sana itu ada Cafe Red Stone, itu juga tidak dibongkar. Karena memang dari awal mereka sudah berdamai dengan kita dan tidak masuk dalam pihak yang berperkara,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, awalnya di tahun 2015 lalu kliennya sudah pernah melakukan mediasi dengan warga setempat, dan disepakati harga tanah seperti yang disebutkan. Namun hingga perkara didaftarkan ke pengadilan pada tahun 2019, tidak ada penyelesaian sesuai dengan kesepakatan awal.
Belakangan diketahui, terdapat beberapa warga yang katanya menyerahkan uang kepada Mustaqim Wenno yang saat itu sebagai kuasa hukum pertama dari ahli waris Patria Hanoch Pieters. Namun ketika perkara perlawanan menghadirkan saksi Mustaqim, saksi Mustaqim tidak mampu membuktikan ada pembayaran atau transfer kepada klien kami yang mana uang itu dari masyarakat.
“Kami tanyakan kepada Mustaqim, dari bukti-bukti yang sudah dibayarkan warga itu ada bukti yang diterima oleh klien kami atau tidak. Dia (Mustaqim) bilang bahwa dia pernah menyerahkan tapi dia tidak mampu membuktikan pembayaran atau bukti transfer kepada klein kami. Jadi soal berapa banyak, klien kami tidak tahu karena tidak pernah menerima uang pembayaran itu,” jelasnya.
Sementara itu, Kapolresta Pulau Ambon dan PP Lease, Kombes Pol Raja Arthur Simamora, mengatakan, total objek yang dieksekusi sebanyak 24 objek. Sementara untuk bangunan Masjid Al Hijrah, tidak dilakukan eksekusi,
“Objek-objek yang akan dieksekusi sekitar 30 objek di kurangi enam, sisa 24 objek. Untuk gedung Masjid Al Hijrah, pihak kuasa hukum dari ahli waris mengatakan sudah diwakafkan,” terang Kapolresta.
Dia menjelaskan, sebelum dilakukan eksekusi, pihaknya telah mempertemukan pihak-pihak termohon dan pihak pemohon bersama panitera untuk membicarakan soal aspirasi masyarakat yang belum diselesaikan.
“Saya bersama Karo Ops dan Bapak Kapolda juga sudah mempertemukan dari pihak-pihak termohon dan pihak pemohon bersama panitera. Kalau memang ada hal-hal yang belum diselesaikan soal aspirasi masyarakat. Dan solusinya tetap dilaksanakan eksekusi,” jelas Kapolresta.
Pantauan Rakyat Maluku, hingga tadi malam, sudah belasan rumah yang berhasil dieksekusi. Warga-warga yang kehilangan tempat tinggal memilih mengungsi ke masjid Al Hijrah yang tak jauh dari lokasi eksekusi. “Kami ini warga Indonesia yang diperlakukan seperti bukan warga Indonesia,” tegas Sam Suat, salah seorang warga yang rumahnya juga ikut dieksekusi. (***)