RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku diminta untuk dapat membuka kembali perkara korupsi proyek jalan lingkar Pulau Wamar pada Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Aru yang bersumber dari DAK Fisik Afirmasi tahun 2018 senilai Rp 15.594.000.000, guna mengusut konspirasi yang diduga terjadi dalam proyek itu.
Pasalnya, terdakwa Listiawati selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah membeberkan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon, bahwa pekerjakan proyek jalan lingkar Pulau Wamar adalah arahan dari Bupati Aru, Johan Gonga melalui Kepala Dinas PUPR Edwin Patinasarany, untuk diserahkan kepada Group Yanes (Yohanes Labodo).
“Pengakuan terdakwa Listiawati ini adalah fakta sidang yang harus ditindaklanjuti. Olehnya itu, diharapkan kepada Kejati Maluku agar dapat membuka kembali kasus ini dengan melakukan serangkaian penyidikan terhadap Bupati Aru dan orang-orang dekatnya itu,” pinta Praktisi Hukum, Dewinta Isra Wally, S.H, kepada koran ini di Ambon, Minggu, 15 Januari 2023.
Dewinta juga menyesalkan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Polres Aru yang hanya menetapkan Listiawati sebagai tersangka tunggal. Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya dan majelis hakim dalam putusannya, sama-sama menyatakan bahwa uang pengganti sebesar Rp 1.514.777.869,77 sebagai kerugian keuangan negara dibebankan kepada PT. Berkah Mutiara Selaras selaku penyedia jasa.
Anehnya, lanjut Dwienta, Faby Setiawan (ipar dari Yohanes Labodo) selaku penyedia konstruksi dari PT. Berkah Mutiara Selaras, tidak ditetapkan sebagai tersangka atas temuan auditor Perwakilan BPKP Provinsi Maluku berupa kekurangan volume pada item galian dan timbunan di proyek Lingkar Wamar tersebut.
“Dan Kadis PUPR (Edwin Patinasarany) selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) juga seharusnya ikut bertanggungjawab, karena selaku KPA tentu Kadis yang menandatangani SPM atas pekerjaan proyek tersebut. Saya kira ini penegakkan hukum yang sangat kacau dan amburadul ya, karena terkesan tebang pilih dan menjadikan PPK sebagai tumbal,” ungkapnya.
Terdakwa Listiawati melalui salah satu kuasa hukumnya, Muslim Abubakar, sebelumnya juga membeberkan bahwa mereka yang diduga melalukan konspirasi bersama bupati di antaranya, dua orang Kepala Dinas PUPR Edwin Patinasarany dan Edwin Nanlohy, Yohanes Labodo, Frangky Kerubun selaku pengawas lapangan, Minggus Talakua selaku konsultan pengawas dari CV. Coroliv, Faby Setiawan selaku penyedia konstruksi (ipar dari Yohanes Labodo), Tedy Renyut (sepupu dari Yohanes Labodo), serta tim PHO.
Menurut Abubakar, dugaan konspirasi yang dilakukan Bupati Johan Gonga dengan cara memerintahkan Kadis PUPR saat itu, Edwin Nanlohy, untuk mengambil alih DAK fisik Afirmasi senilai Rp 15,594 miliar yang disalurkan Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI Bidang Transportasi kepada Dinas Perhubungan. Sehingga, dana tersebut berpindah ke PUPR.
“Jadi, otak dibalik pembagian proyek jalan di Dinas PUPR ini adalah Bupati Johan Gonga, yang memerintahkan agar proyek jalan harus di arahkan ke orang- orang terdekat, dalam hal ini Yohanes Labodo,” bebernya.
“Apalagi, Edwin Patinasarany selaku Kadis PUPR setelah Edwin Nanlohy juga pernah melakukan pertemuan dengan Grup Yanes Labodo di Ambon. Setelah itu Edwin Patinasarany bersama Tedy Renyut dan Bupati Johan Gonga mengadakan pertemuan rahasia di Jakarta. Sehingga sangat jelas semua ini sarat konspirasi dan KKN,” tambah Abubakar.
Dalam penyidikan kasus dugaan korupsi ini oleh Polres Aru, lanjut Abubakar, pihaknya sangat sesalkan proses penegakan hukum yang hanya menetapkan kliennya (Listiawaty) selaku Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai tersangka tunggal. Padahal, sangat jelas bahwa pelaksanaan proyek ini di lapangan melibatkan banyak pihak.
“Maka itu, kami minta keadilan hukum dalam kasus ini. Klien kami hanya PPK yang tidak punya wewenang lebih. Tanggung jawab lebih besar ada pada kepala Dinas PUPR selaku KPA, juga pengawas lapangan, konsultan pengawas, penyedia konstruksi serta tim PHO. Mereka semua ini juga harus bertanggungjawab dan ditahan,” pinta Abubakar.
Dia menjelaskan, dalam pekerjaan proyek jalan lingkar yang menghubungkan kampung DurjeIa dengan lokasi wisata Papaliseran ini, awalnya Edwin Nanlohy yang pada saat itu menjabat sebagai Plt Kadis PUPR mengangkat dirinya sendiri sebagai PPK dan melakukan perencanaan paket pembangunan Jalan Lingkar Wamar.
Setelah menyelesaikan perencanaan, lanjut Abubakar, Edwin Nanlohy kemudian memerintahkan kliennya (Listiawaty) untuk melakukan tender fisik agar dana cepat masuk ke daerah.
Kliennya lalu melakukan permohonan ke ULP agar paket tersebut di tender dan harus di menangkan oleh Grup Yohanes Labodo, dengan pengaturan bahwa proyek di kerjakan oleh sepupu dari Yohanes Labodo yakni, Tedy Renyut.
“Sementara pengaturan di lapangan di kerjakan oleh ipar dari Yohanes Labodo, yaitu Faby Setiawan. Olehnya itu, dapat disimpulkan bahwa Yohanes Labodo juga bagian dari otak dibalik proyek jalan Lingkar Wamar,” tutur Abubakar.
Dikatakan Abubakar, PPK hanya bertanggungjawab pada teknis pekerjaan, sebab pekerjaan proyek PPK dibantu oleh konsultan pengawas dari CV. Coroliv yang di bayar oleh daerah sebesar Rp 200 juta lebih untuk mengawasi proyek jalan Lingkar Wamar, dan telah dicairkan 100 persen.
Tugas PPK, lanjut Abubakar, juga di bantu oleh pengawas lapangan, Frangky Kerubun, yang diduga kuat telah menandatangani laporan kemajuan pekerjaan 100 persen. Selain itu, ketika PPK melakukan permohonan kepada tim PHO untuk melakukan pemeriksaan pekerjaan fisik proyek di lapangan, tim PHO mengeluarkan berita acara bahwa pekerjaan fisik telah selesai 100 persen.
“Jadi, berdasarkan laporan dari konsultan pengawas, pengawas Lapangan dan penyedia konstruksi serta tim PHO itulah sehingga klien saya mengajukan permohonan kepada KPA bahwa pekerjaan telah selesai 100 persen, dan dilakukan pembayaran kepada pihak penyedia konstruksi,” ungkapnya.
Ternyata, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Tim Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku terhadap proyek jalan Lingkar Wamar, ditemukan bahwa terdapat kekurangan volume pada pekerjaan proyek tersebut.
“Dari temuan itu, klien saya pernah meminta kepada Plt Kadis PUPR, Edwin Patinasarany, untuk melakukan penyitaan alat, namun, tidak direspon. Edwin Patinasarany malah melakukan pertemuan dengan Grup Yanes Labodo, kemudian mengadakan pertemuan rahasia di Jakarta bersama Bupati Johan Gonga,” pungkas Abubakar.
Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, yang coba dikonfirmasi koran ini via seluler, tidak berhasil terhubung lantaran berada di luar service area. (RIO)