RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Wahyudi Kareba, menegaskan, penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Desa (SIMDes) di Kabupaten Buru Selatan (Bursel) tahun anggaran 2019, tinggal menunggu ekspose penetapan tersangka oleh penyidik.
“Penyidikan kasusnya masih berjalan, dimana saat ini hasil pemeriksaan saksi-saksi sementara didalami oleh penyidik. Sehingga tinggal menunggu ekspose penetapan tersangkanya saja,” kata Wahyudi, saat dikonfirmasi koran ini tadi malam.
Wahyudi berjanji pihaknya akan bekerja profesional dan secepatnya mengungkap pihak-pihak yang patut diduga bertanggungjawab dalam kasus ini sebagai tersangka.
“Apalagi, tujuan pemeriksaan saksi-saksi itu untuk memperkuat bukti-bukti yang dengan bukti itu akan membuat terang terang tindak pidana yang terjadi sekaligus menemukan tersangkanya di tahap penyidikan ini,” tuturnya.
Dia menjelaskan, selain on the spot (pemeriksaan ditempat), sejumlah saksi-saksi yang telah diperiksa penyidik diantaranya, kepala Pemerintah Desa/ Negeri, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Umar Mahulette, yang kini menjabat sebagai Sekretaris DPRD Bursel, Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas PMD, Ali Maharaja, dan Direktur CV. Ziva Pazia, Cornelis Melantunan selaku penyedia jasa.
“Jadi nanti ekspose penetapan tersangka akan dilakukan setelah penyidik menerima hasil penghitungan kerugian keuangan negara dari tim auditor, teman-teman tunggu dan ikuti saja perkembangan hasil penyidikan kasus ini,” jelas Wahyudi.
Sementara itu, Praktisi Hukum, Jhon Michaele Berhitu, S.H.,M.H.,CLA.,C.Me, mengatakan, di lihat dari perkembangan kasus tersebut, maka sudah sepatutnya Direktur CV. Ziva Pazia, Cornelis Melantunan, ditetapkan sebagai tersangka.
Apalagi, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah komputer yang diduga rusak dari beberapa pemerintah desa/ negeri setempat sebagai bukti.
“Keterangan Pak Aspidsus Kejati sudah jelas, bahwa komputer disita sebagai bukti. Bahkan, tidak semua pemerintah desa dapat komputer dari penyedia jasa, namun penyedia jasa tetap memaksakan pihak pemerintah desa untuk membayar lunas Aplikasi SIMDes senilai Rp 17.500.000 dan komputer per unit senilai Rp 10 juta,” tegas Jhon kepada media ini.
Dikatakan Jhon, dari alat bukti keterangan saksi-saksi disertai bukti komputer, maka kemungkinan penyidik tinggal menunggu hasil audit kerugian keuangan negara dari BPKP atau Inspektorat untuk dijadikan dua alat bukti yang cukup guna dilakukan penetapan tersangkanya.
“Yang saya belum dapat info soal hasil audit dari ahli, mungkin kalau hasil audit sudah ada, langsung ditetapkan tersangkanya. Saya harap penyidik dapat bekerja jujur dan profesional, sehingga pihak-pihak yang benar-benar harus bertanggungjawab dapat ditetapkan sebagai tersangka,” beber Jhon. (**)