RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Aru meminta majelis hakim yang mengadili perkara dugaan korupsi proyek pembangunan Puskesmas Ngaibor pada Dinas Kesehatan Kabupaten setempat tahun anggaran 2018, agar dapat menolak seluruh eksepsi/ keberatan yang disampaikan terdakwa Hendra Anggrek melalui penasehat hukumnya. Sebab, eksepsi PH terdakwa hanya mengada-ada dan tidak berdasar.
“Kami selaku JPU berpendapat bahwa seluruh materi keberatan yang diajukan PH terdakwa tidak beralasan yuridis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP dan Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Sehingga eksepsi tidak dapat diterima atau ditolak untuk seluruhnya,” kata JPU Sesca Taberima, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Ambon.
Dia menguraikan, soal eksepsi PH terdakwa bahwa surat dakwaan batal demi hukum karena ketika surat dakwaan dibacakan terdakwa tidak didampingi oleh penasihat hukumnya, adalah alasan yang keliru dan tidak berdasar. Sebab, setiap pemeriksaan ditingkat penyidikan, terdakwa selalu didampingi oleh penasihat hukumnya.
Dan saat akan dibacakan surat dakwaan, lanjut JPU, majelis hakim telah memberi tahu hak-hak dari terdakwa, dan terdakwa telah mengerti salah satunya untuk didampingi penasihat hukum. Apalagi, terdakwa tidak menyatakan keberatan di depan persidangan.
“Dimana, terdakwa menyatakan penasihat hukumnya akan hadir pada saat pembacaan nota keberatan/eksepsi. Sehingga majelis hakim mempersilahkan JPU untuk membaca surat dakwaan. Jadi, JPU menilai terdakwa tidak memiliki itikad baik dan hanya berusaha menghambat proses persidangan,” tuturnya.
Kemudian soal eksepsi PH terdakwa bahwa surat dakwaan batal demi hukum karena terdakwa tidak diberitahu secara patut terkait pelaksanaan sidang pada 20 Desember 2022, adalah alasan yang tidak relevan daripada Pasal 143 ayat (2) dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP.
“Karena PH terdakwa telah menjelaskan bahwa yang menjadi obyek nota keberatan adalah Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yaitu terpenuhi tidaknya syarat formil dan materiil dari surat dakwaan serta yang termasuk dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yaitu kewenangan mengadili,” terangnya.
Soal eksepsi PH terdakwa bahwa surat dakwaan batal demi hukum karena saat perkara A quo dilimpahkan ke pengadilan, terdakwa tidak diberikan turunan berkas perkara lengkap, JPU berpendapat kalau kewenagan itu ada pada majelis hakim. Karena perkara tersebut telah diregister pada Pengadilan Tipikor pada PN Ambon.
“Dan untuk diketahui juga bahwa turunan surat pelimpahan dan surat dakwaan, JPU telah serahkan langsung kepada terdakwa yang ditahan pada Rutan Polres Kepulauan Aru saat perkara A quo dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada PN Ambon,” tepis JPU.
Kemudian soal eksepsi PH terdakwa bahwa surat dakwaan batal demi hukum karena JPU tidak cermat dalam menjelaskan peran terdakwa dan kualifikasinya dalam perkara A Quo, JPU berpendapat bahwa PH terdakwa terlalu dini untuk menyatakan perbuatan terdakwa tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana.
Padahal dalam surat dakwaan Penuntut Umum telah diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap tentang peranan, perbuatan dan akibat yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa Hendra Anggrek alias Koko Hendra.
“Dilihat dari alasan keberatan PH terdakwa menunjukkan bahwa PH terdakwa tidak paham soal perbuatan yang dilakukan oleh perseorangan dan mana yang dilakukan oleh perseroan. Apalagi peran terdakwa sangat jelas sebagai kuasa Direktur PT. Erloom Anugerah Jaya,” ungkapnya.
Soal eksepsi PH terdakwa bahwa surat dakwaan batal demi hukum karena tidak menjelaskan adanya perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa, melainkan adanya perbuatan hukum perdata yang diawali dengan perjanjian, maka JPU berpendapat bahwa pekerjaan tersebut telah melewati masa pekerjaan kurang lebih tiga tahun daripada yang diperjanjikan.
Selain itu, terdapat kekurangan volume kuantitas dan kualitas daripada pekerjaan yang diperjanjikan, dimana maksud atau mens rea yaitu untuk menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
“Maka sudah tepat perbuatan melawan hukum saudara terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum pidana. Sehingga sudah sepatutnya alasan PH terdakwa ditolak karena tidak sesuai dengan apa yang menjadi pokok permasalahan sebagaimana dalam surat dakwaan,” pinta JPU.
Kemudian soal eksepsi PH terdakwa bahwa surat dakwaan batal demi hukum karena uraiannya tidak cermat dalam menjelaskan kerugian keuangan negara, juga merupakan hal yang keliru dan sesat.
“Sebab, meskipun yang melakukan penghitungan adalah Inspektorat Daerah, hal ini sesuai dengan kegiatan audit yang dapat dilakukan oleh APIP dalam hal ini Inspektorat, dengan tujuan memberikan kesimpulan atas suatu hal yang diaudit yang termasuk dalam audit Investigatif,” pungkas JPU. (RIO)