RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Gugatan sejumlah kalangan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar mengubah sistem pemilihan dari proporsional terbuka ke proporsional tertutup kian ‘mencemaskan’ sejumlah pihak.
Pengamat Politik yang juga Akademisi Universitas Pattimura (Unpatti), Poly Koritelu menilai, gugatan sistem Pemilu ke proporsional tertutup merupakan manifestasi dari desakan kelompok dominan partai politik yang terlalu arogan.
“Kenapa saya katakan demikian? karena berpegang pada prinsip proporsional terbuka yang terlihat lebih transparansi mulai dari awal proses pencalonan peserta pemilu hingga hasil pemilu nantinya,” ujar Poly kepada koran ini di Ambon, Senin 2, Januari 2023.
Menurutnya, apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka bisa jadi person atau peserta pemilu itu yang pada kenyataannya mendapatkan suara yang banyak dari masyarakat, namun secara kedudukan dalam partai sistem kepemimpinannya tidak dominan, maka kemungkinan dia tidak bisa mendapatkan posisi tersebut.
“Dilihat berdasarkan kacamata sosiologi politik, sistem pemilu yang sudah ada saat ini baiknya dipertahankan dulu, pasalnya sistem transparansi yang ada sudah sangat jelas. Jangan sampai kita kembali ke sistem yang tidak didukung,” harap Poly.
Ditanya persoalan keunggulan dan kelemahannya, Poly menyebut sebagian besar masyarakat akan melihat dari kelemahannya karena akan kehilangan figur-figur terbaik di belantika dunia perpolitikan di Indonesia.
“Kalau mereka baik tapi tidak punya posisi strategis, maka mereka akan menjadi alat exploitasi politik dari para petinggi yang dominan di partai politik itu. Jadi menurut saya, sistem proporsional terbuka harus tetap dipakai pada pemilu kali ini, nanti setelah cukup waktu tertentu paling kurang 20 tahun baru kita melihat perubahan dimensi perpolitikan di tanah air,” tuturnya.
Dia menjelaskan, untuk peluang lolos dalam uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), jika adanya determinasi dari kelompok kepentingan dalam satu partai politik, kemungkinan besar sistem tersebut bisa diloloskan oleh MK.
“Namun apabila dilihat dari kebutuhan masyarakat, saya rasa tidak bisa juga diloloskan lantaran sistem proporsional terbuka yang sampai saat ini memberikan peluang bagi peserta pemilu yang berintegritas untuk terpilih dan masyarakat bisa menggaransi itu,” pungkasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Maluku dari Fraksi Demokrat, Halimun Saulatu menilai gugatan ke MK tentang sistem pemilihan umum menjadi proposinal tertutup, sama artinya dengan mengkebiri hak masyarakat dan mematikan demokrasi yang sudah berkembang di Indonesia.
Menurutnya, rakyat berhak memiliki anggota legislatif yang berpihak pada mereka ketimbang memilih partai saja.
”Sistem proporsional tertutup sama saja menkebiri demokrasi. Rakyat sama saja disuruh memilih kucing dalam karung,” tandas Halimun ketika diwawancarai koran ini, Senin, 2 Januari 2023.
Ia juga mengklaim, Partai Demokrat menolak dengan tegas sistem proporsional tertutup.
”Sistem proporsional tertutup jika disahkan MK, maka kita kembali masuk pada pintu kelam ke zaman orde baru. Demokrasi kita mengalami kemunduran. Karena itu, Partai Demokrat menolak dengan tegas hal ini. Ini harus harus dilawan,” pungkas anggota DPRD Maluku dari dapil Maluku Tengah ini. (SSL/NAM)