Pemilu Bisa Sistem Proporsional Tertutup

  • Bagikan

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — JAKARTA, — Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengungkapkan ada kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup.

Hasyim menyebutkan sistem itu sedang dibahas melalui sidang di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi. Ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,” kata Hasyim dalam sambutan acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU RI, di kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (29/12).

Dia menyebutkan sistem proporsional terbuka dimulai sejak Pemilu 2009 berdasarkan putusan MK. 

Atas dasar itu, Hasyim juga mengimbau bakal calon anggota legislatif untuk tidak melakukan kampanye dini. 

Dia menyebutkan tidak relevan jika ada orang yang ingin mencalon sudah memasang baliho.

“Karena apa? Namanya enggak muncul lagi di surat suara. Enggak coblos lagi nama-nama calon yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu,” pungkas Hasyim.

Sayangnya sistem ini mendapat tanggapan yang variatif dari publik. Sebelumnya Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Angraini, menilai terlalu sering mengganti sistem pemilu akan berdampak negatif. Pasalnya, hal tersebut dipastikan membuat masyarakat bingung. “Kita jangan terburu-buru mengganti sistem pemilu. Sebab masyarakat sudah mulai terbiasa berinteraksi dan memilih calon,” katanya .

Titi berpendapat, sistem terbuka membuat pemilih lebih bisa mengontrol calon. Selain itu, sistem terbuka juga mengurangi peran parpol dalam menyetir calon anggota legislatif. “Proporsional terbuka memberi ruang lebih dalam membatasi oligarki di partai politik,” ujarnya.

Sebaliknya, lanjut Titi, sistem tertutup akan membuka pintu bagi politik transaksional antara calon dengan partai. Karenanya, Titi justru mengusulkan penguatan sistem proporsional terbuka.

“Yakni memperkokoh konsistensi penegak demokratisasi memastikan demokratisasi internal partai berjalan. Kalau sistem tertutup celah candidacy buying akan lebih mungkin terjadi antara calon dengan elite partai,” ujarnya. 

Terpisah, pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno menilai keinginan pemerintah untuk merevisi UU 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, agar kembali sistem proposional tertutup tidak tepat. Sebab, skema kaderisasi partai politik masih compang-camping.

“Sistem proposional terbuka lebih oke, karena beberapa sebab. Pertama, membiarkan rakyat yang menentukan siapa yang menjadi wakil mereka di parlemen, bukan partai politik. Kedua, partai politik kita sejauh ini tak berfungsi dengan baik, rekruitmen dan kaderisasinya masih compang camping,” ujar Adi.

Analis politik The Political Literacy Institute tersebut menambahkan, meski kedua sistem memiliki kekurangan dan kelebihan, namun sistem proposional terbuka akan memberikan kesempatan yang luas bagi rakyat. “Dalam konteks demokrasi elektoral, rakyat sebagai rajanya, bukan partai politik,” ujarnya. (mcr8/dill/jpnn)

  • Bagikan