RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Kalep Yamarua dan Stevanus Ahwalam, dua orang pemuda yang diberikan gelar pahlawan adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), kembali menang melawan CV. Sumber Berkat Makmur (SBM) di Mahkamah Agung (MA) RI.
Sebab, permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) SBT ditolak oleh MA RI, sebagaimana Putusan Kasasi Nomor: 757/K/PID/ 2022. Sehingga, putusan MA itu memperkuat putusan Pengadilan Negeri (PN) Dataran Hunimoa Nomor: 12/PID/2022/PT.AMB Tanggal 14 Februari 2022.
“Ini adalah kado Natal dan Tahun Baru bagi terdakwa Kalep Yamarua dan terdakwa Stevanus Ahwalam, karena keberanian mereka bersama masyarakat Sabuai berhasil mengusir CV. SBM yang melakukan eksploitasi hutan adat mereka,” ungkap Kuasa Hukum kedua terdakwa, Yustin Tuny, kepada koran ini di Ambon, Kamis, 29 Desember 2022.
Dikatakan Yustin, sebelumnya upaya JPU Kejari SBT untuk penjarakan kedua terdakwa dalam perkara Nomor: 34/Pit.B/2021/PN. Dth tanggal 25 November 2021 selama 10 bulan kurungan, juga kandas di Pengadilan Tinggi (PT) Ambon. Sebab, Putusan Banding Nomor: 12/Pid/2022/PT. Amb juga menguatkan putusan PN Dataran Hunimoa tersebut.
“Terhadap memori banding JPU, kita juga ajukan kontra memori banding. Alhasil, putusan banding menguatkan putusan PN. Yakni, kedua terdakwa divonis bebas bersyarat dengan masa percobaan selama enam bulan,” jelas Yusrin.
“Dan dengan demikian, dua pejuang lingkungan ini tidak akan menjalani penahanan. Namun apabila selama rentang waktu enam bulan, apabila kedua terdakwa melakukan tindak pidana, maka akan langsung ditahan,” tambahnya.
Dia menjelaskan, Kalep Yamarua dan Stevanus Ahwalam ditetapkan sebagai tersangka dan disidangkan karena melakukan perlawanan terhadap pelaku illegal loging di negeri adatnya. Yakni, melakukan pengrusakan terhadap kendaraan milik CV. SBM yang merobohkan pohon yang berada di hutan adat Sabuai. Akibat pengrusakan hutan ini, desa mereka juga sempat dilanda banjir parah pada awal Agustus 2021 lalu.
“Jadi, pengrusakan tersebut adalah solusi terakhir dari upaya mencari keadilan dari masyarakat Sabuai. Sebab, langkah-langkah persuasif sampai laporan polisi disampikan, namun pihak perusahan yang melakukan eksploitasi hasil hutan di Sabuai tidak tunduk dan patuh terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan itu,” jelas Yustin.
Untuk diketahui, Ketua Majelis Hakim PN Dataran Hunimoa, Teopilus Patiung didampingi dua hakim anggota, Jefry Roni Sitompul dan Heri Setiawan, menjatuhkan hukuman percobaan enam bulan atau bebas bersyarat kepada kedua terdakwa.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari SBT, Julivia M. Selanno dan Sulaiman Puha, yang menginginkan kedua terdakwa divonis 10 bulan penjara, karena melanggar Pasal 170 KUHP dan 406 KHUP tentang Pengrusakan Barang dan Kekerasan Bersama Terhadap Barang.
Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa meskipun pengrusakan telah dilakukan oleh kedua terdakwa terhadap kaca alat berat milik CV. SBM, namun kendaraan tersebut masih dapat berfungsi dengan baik, dan kaca yang rusak dapat diganti.
“Menimbang kondisi alat berat tiga kendaraan hanya mengalami kerusakan kaca depan dan belakang serta samping. Meskipun sudah tidak utuh dan tidak dapat digunakan lagi, namun dapat diperbaiki,” ucap hakim.
Untuk melindungi hutan adat yang dirusak oleh CV. SBM, upaya hukum juga telah dilakukan oleh masyarakat adat Sabuai dengan melaporkan Direktur CV SBM, Imanuel Quadaresman. Alhasil, Direktur CV SBM, Imanuel Quadaresman, mendapat tuntutan ringan dari JPU hanya 1,5 tahun penjara. Kemudian divonis pengadilan selama dua tahun penjara.
Bukannya menerima putusan, JPU malah mengajukan banding. Perusak lingkungan dan hutan tersebut akhirnya divonis empat tahun penjara. (RIO)