RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Kejaksaan Negeri (Kejari) Seram Bagian Barat (SBB) hingga saat ini belum juga mengekspos ke publik soal identitas pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi sisa Dana Siap Pakai (DSP) untuk penanganan darurat bencana gempa bumi tahun 2019 di wilayah setempat.
Padahal, Kepala Kejaksaan Negeri SBB, Irfan Hergianto, SH MH, melalui Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel), Rafid M. Humolungo, SH, beberapa hari lalu telah mengungkapkan kepada media massa lewat jumpa pers bahwa pihaknya telah melakukan ekspose dan sudah ada penetapan tersangkanya.
Informasi yang berhasil dihimpun media ini bahwa salah satu orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari SBB diduga kuat adalah Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada BPBD Kabupaten SBB berinisial MM selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) DSP.
MM ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah mencairkan uang sebesar Rp 1 miliar dari total sisa DSP senilai Rp 4.357.507.013 tanpa persetujuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Ironisnya, pengambilan uang tersebut juga diduga tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Temuan penyidik Kejari SBB kan sangat jelas, bahwa ada kurang lebih Rp 1 miliar digunakan oleh PPK yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Jadi pasti tersangka dimaksud itu adalah MM, dan memang MM harus bertanggungjawab,” ungkap sumber koran ini yang meminta namanya di rahasiakan, Selasa, 20 Desember 2022.
Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum Marnex Salmon, SH, menduga sudah ada upaya kongkalikong atau intervensi dari pihak luar untuk sengaja belum mengekspor identitas para tersangka dalam perkara tersebut.
“Apa alasannya Kejari SBB belum mau ungkap identitas tersangka, sementara masyarakat khususnya teman-teman media pers ingin mengetahui informasi detail penanganan kasusnya sudah sejauh mana. Awas, jangan sampai sudah ada intervensi,” tandasnya.
Meski telah diketahui pengambilan sisa DSP oleh PPK senilai Rp 1 miliar, Marnex juga mendesak penyidik Kejari SBB agar dapat mengungkap pihak-pihak lainnya yang patut diduga turut serta membantu dan atau menikmati uang Rp 1 miliar tersebut. Sebab dalam suatu perbuatan korupsi, biasanya dilakukan lebih dari satu orang.
“Apalagi dalam proses pencairan anggaran daerah/ negara itu ada mekanismenya, ada tahapan administrasinya yang harus dilengkapi dulu, tidak bisa asal cair begitu saja. Jadi, saya kira ada yang pihak yang turut membantu, sehingga proses pencairan anggaran sisa DSP senilai Rp 1 miliar itu bisa diambil PPK tanpa persetujuan dari pusat (BNPB),” jelas Marnex.
Marnex juga mengingatkan Kejari SBB agar cepat memproses penyidikan perkara tersebut hingga tuntas. Sebab dikhawatirkan ada oknum-oknum lainnya yang patut diduga terlibat, yang kemudian sengaja mencoba menghilangkan barang bukti dengan tujuan mengaburkan keterlibatannya dalam kasus ini.
“Termasuk juga Kejaksaan harus pantau terus keberadaan PPK, jangan sampai yang bersangkutan melarikan diri dan mencoba mengaburkan keterlibatan pihak lainnya dalam kasus ini,” sarannya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari SBB, Darmono, yang dikonfirmasi koran ini via telephone maupun pesan WhatsApp (WA), tak kunjung merespon hingga berita ini diterbitkan.
Untuk diketahui, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada BPBD Kabupaten SBB, Marlin Mayaut, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) DSP, diduga mencairkan anggaran senilai Rp 1 miliar dari total anggaran Rp 4.357.507.013 di rekening kas Kantor BPBD SBB secara berturut-turut dalam waktu yang sangat singkat selama Oktober 2021.
Dangan rincian, Rp 600 juta pada 5 Oktober 2021, Rp 200 juta pada 8 Oktober 2021 dan Rp 200 juta pada 14 Oktober 2021. Dimana, alasan pencairan dana sebesar Rp 1 miliar itu untuk biaya operasional.
Sementara total anggaran Rp 4.357.507.013 itu merupakan sisa DSP yang seharusnya dikembalikan ke kas negara berdasarkan ketentuan Peraturan BNPB No. 4 tahun 2020 Pasal 9 ayat (1), namun tidak dikembalikan. Dan saat ini sisa DSP di rekening kas BPBD berkurang menjadi Rp 3.357.507.013. (RIO)