SEBENTAR lagi kita akan mengakhiri Tahun 2022 dan memasuki Tahun 2023. Banyak kalangan menyebutkan tahun depan sebagai tahun politik. Tahun dimana “mesin politik” mulai “dipanaskan” memasuki puncak perhelatan politik 2024.
Meski dihadapkan pada banyak perbedaan dan pilihan politik tapi di mata Imam Besar Masjid Raya Alfatah Ambon KH.RR.Hassanusi persoalan ukhuwah dan silaturahmi harus tetap dijaga dan dipelihara.
RR.Hassanusi, satu di antara figur yang dituakan di daerah ini. Sebagai tokoh, ia tentu dimintai pemikiran dan pandangannya tentang keummatan dan kebangsaan.
Seharian kemarin, Sabtu, (17/12/22), saya memang mendatangi rumahnya di Kawasan Kota Jawa, Kota Ambon. Setelah sebelumnya saya ke tempat kediaman yang lain di BTN Manusela, namun sang tokoh masyarakat ini tidak dijumpai.
Saya pun ke seberang menyeberangi JMP — sebutan untuk Jembatan Merah Putih. Tak jauh dari JMP menuju ke arah bandara di sebelah kanan bersebelahan dengan Pondok Pesantren Al-Khairaat di dekat bukit terlihat rumahnya.
Dari arah bukit inilah tampak di seberang sana Teluk Ambon yang asri. “Kalau malam hari tiba kita bisa menatap Kota Ambon sambil melihat lampu-lampunya sangat indah,” ujarnya.
Ia memang menolak menjawab pertanyaan karena alasan faktor usianya yang kini memasuki 76 tahun dan merasa sudah tak pantas. Tanggal 27 Nopember lalu, sang tokoh ini baru saja memasuki hari ulang tahunnya.
“Saya kini sudah tak layak lagi kalau dimintai pandangan. Biarkan yang muda-muda saja yang menjawab,” begitu kata sang imam mengawali perbincangan.
Meski dengan nada berat menjawab, ia menilai menyongsong Tahun 2023 sebagai tahun politik mendatang faktor utama yang perlu dijaga adalah memelihara kesatuan ummat.
RR.Hassanusi seperti kita ketahui sebelum ini adalah seorang yang pernah berkecimpun di dunia politik sebagai anggota DPRD Provinsi Maluku Utara pada Pemilu 1999. Saat itu, ia mewakili anggota DPRD dari Fraksi TNI/Polri.
Meski hanya menduduki posisi satu periode, purnawirawan polisi dengan pangkat terakhir Letkol ini dikenal sebagai sosok yang banyak membantu dalam kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan di Kota Ambon sejak masih muda.
Faktor keummatan harus tetap menjadi fokus penting agar ke depan, kita bisa membangun masa depan pendidikan dan sumber daya manusia di Maluku yang lebih baik.
Karena itu, pembangunan internal keummatan harus terus dipupuk dan dipelihara. Salah satunya dengan memperkuat akhlak, memelihara syariat, menjaga solidaritas dan memperkokoh ukhuwah.
Di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut peran semua pihak untuk terus mendorong dan memberdayakan generasi kita agar bisa maju dan berkembang.
Ini bisa tercapai manakala, kita sama-sama memiliki kepedulian dan tekad yang sama memperbaiki yang sudah ada, sambil terus meningkatkan kualitas sumber daya keummatan.
Tahun 2024 tentu menjadi tahun, di mana akan ada perhelatan politik pemilihan presiden, DPR, DPD, DPRD, dan juga Pilkada serentak.
Ini tentu menjadi ujian bagi bangsa kita dalam menjalankan demokrasi sebagaimana amanat reformasi 1998.
Ujian demokrasi itu bukan saja bagi mereka yang berada di pusat-pusat kekuasaan tapi kita yang berada di daerah tentu juga merasakan sentuhan yang sama.
Untuk menghindari dampak negatif, kita perlu menjaga kekompakan dan memperkokoh persatuan sebagai anak bangsa, agar proses demokrasi lima tahunan ini berjalan sebagaimana diharapkan.
RR. Hassanusi bukan orang asing. Keluarga Imam Hassanusi termasuk salah satu keluarga di Ambon yang punya pertalian sejarah dengan Kesultanan Palembang. Nama itu ditandai dengan sebutan kata “Raden” di depan.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata Raden identik dengan gelar bangsawan pada suatu kesultanan. Dalam silsilah, keluarga Hassanusi ini memiliki hubungan susuhunan atau sunan yang dihormati karena memiliki pertalian sejarah pada kesultanan Palembang.
Dua huruf “RR” yang terdapat di depan namanya ini, merupakan kepanjangan dari Raden Rusdy. Namun kesehariannya nama itu lebih banyak disingkat menjadi “RR”. Jadilah RR.Hassanusi.
Datuk beliau bernama Raden Muhammad Hassanusi pada 1821 oleh Belanda termasuk satu di antara keluarga Kesultanan Palembang yang ikut ditangkap dan diasingkan bersama keluarganya hingga wafat dan dimakamkan di Ambon.
Ketika Belanda menguasai Palembang banyak di antara keluarga sultan yang tidak memilih tunduk kepada Belanda hingga akhirnya dibuang keluar Palembang.
Selain datuk RR.Hasanussi mereka yang ikut diasingkan adalah Sultan Mahmud Badaruddin II. Sang sultan ini dikucilkan ke Ternate hingga wafat di sana.
Makam beliau terdapat di Pekuburan Islam Ternate. Mei 2022 lalu saya pernah ke pemakaman ini saat berziarah ke Tuan Guru Muhammad Bin Abdurrahman Bin Hasyim Albaar.
Sikap keras dan tidak memilih tunduk kepada Belanda telah diperlihatkan datuk beliau dan Sultan Mahmud Badaruddin II hingga kemudian diasingkan ke Maluku yakni ke Ambon dan Ternate.
Meski bergelar Raden, KH.RR.Hassanusi lebih banyak memilih “tertutup” sebagai seorang yang biasa-biasa saja.
Penampilannya yang low profile seiring dengan bekal ilmu agama yang dimilikinya membuat ia selalu memilih sikap tawadduh (rendah hati).
Suatu ketika saat mengikuti Lomba MTQ Tingkat Nasional di Palembang, ia bersama teman-teman pernah ke keluarga kesultanan. Tidak disangka saat kedatangannya itu orang-orang di sekitar keluarga sultan ramai berdatangan dan mencium tangannya.
“Teman-teman saya yang ikut dalam Tim Dewan Juri MTQ Nasional kaget melihat mereka mencium tangan saya sebagai bentuk penghormatan,” ujarnya.
KH.RR.Hassanusi memang tak mau menonjolkan diri. Termasuk saat diajak wawancara — tokoh yang tergabung dalam Tim Dewan Juri MTQ Tingkat Nasional dan Provinsi itu, memilih merendah.
Salah satu sahabat baik dalam Tim Juri MTQ Tingkat Nasional ini yakni KH.Said Agil Almunawar, mantan Menteri Agama RI. Sejak tahun 1968 RR.Hassanusi sudah menjadi Tim Juri MTQ di Kota Ambon. Dan setiap event itu baik di tingkat nasional, provinsi, kota/kabupaten ia dipercaya menjadi tim juri.
Meski memiliki kedalaman di bidang Ilmu Tajwid yang telah melahirkan begitu banyak Qari dan Qariah di Maluku, ia lebih memilih sikap apa adanya dengan kemampuan dan bakat ilmu agama khususnya di bidang tilawah Al-Quran.
Ia mengaku hidayah yang diberikan oleh Allah SWT atas kemampuan mendalami Ilmu Tajwid (bacaan) Al-Quran merupakan sebuah anugerah yang maha besar.
Saat hal ini ia utarakan emosinya tak terbendung. Mulutnya terlihat gemetar sembari meneteskan air mata sebagai tanda rasa syukur atas hidayahnya itu.
“Telinga saya ini terlalu sensitif kalau melihat dan mendengar ada saudara saya yang salah dalam membaca Al-Quran. Kalau ada bacaan yang salah saya langsung betulkan,” ujarnya.
Pengalaman mendalami Al-Quran ini ia peroleh secara otodidak melalui orang tuanya H.Abdul Kadir Hassanusi.
KH.RR.Hassanusi memiliki lima bersaudara yakni Muhammad Hassanusi, Abdurahman Hassanusi, Rusdy Hassanusi, Syahrizad Hassanusi, dan Nawir Hassanusi.
Beliau memiliki tiga orang anak yakni Muhammad Sadli (Alm), Fachrul Hassanusi, dan Affandi Hassanusi.
Sejak usia sekolah di Mualimin Al-Hilal di Jl.Permi Ambon KH.RR.Hassnusi telah memperdalam Ilmu Tajwid melalui gurunya bernama Nikmatullah.
“Jadi, di usia 14 tahun saya sudah khatam Al-Quran. Alhamdulillah hingga memasuki usia 76 tahun Allah SWT masih menjaga saya dengan hidayah Al-Quran,” ujarnya.
Penghormatan yang tinggi membuat ia tidak lupa nama baik para keluarga dekat almarhum gurunya. Selain guru Tajwid Al-Quran bernama Nikmatullah, nama guru agama lain yang tidak ia lupakan yakni Ustad H.Usman Rumbia (Alm).
Saat beliau duduk di bangku Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) H.Usman Rumbia merupakan guru agamanya.
Karena mengingat jasa gurunya itu walau sesibuk apapun ia harus menghadiri acara keluarga Rumbia ini, misalnya, saat digelarnya acara pemberangkatan haji sobat saya Muchlis Rumbia.
Ia merasakan kehadirannya itu merupakan bagian dari bentuk penghormatan kepada gurunya. “Ayah Muchlis yakni Pak Usman Rumbia guru agama saya. Saya sangat hormati beliau,” ujarnya.
Ia mengaku di tengah umurnya yang terus bertambah — ke depan ia berharap lahir generasi muda di Maluku lebih banyak mendalami Al-Quran. Saat ini sudah banyak anak-didik kita jebolan Timur Tengah terus kita dorong.
Karena itu, untuk menciptakan generasi kita di Maluku menjadi lebih menonjol, berikan mereka peluang untuk tampil. “Kasih yang muda-muda. Begitu banyak doktor kita. Beri kesempatan mereka untuk berkarya,” kata dia.
Untuk memperkokoh persatuan menghadapi kondisi politik dan demokrasi yang terus berubah ini, ajakan untuk membangun nilai-nilai keummatan — sebagaimana dikatakan KH.RR.Hassanusi, yakni selain memperkuat akhlak, memelihara syariat, juga diperlukan menjaga solidaritas dan memperkokoh ukhuwah, sehingga kelak tercipta sebuah negeri yang Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur. Yakni negeri yang selalu diberi keberkahan kebaikan atas alam dan penduduknya.(***)