NAMA programnya Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau disingkat MBKM. Ini merupakan program unggulan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang dipimpin Menteri Nadiem Makarim, itu.
Saya tentu beruntung karena bisa bertemu dan mewawancarai sosok hebat sang Duta Kampus Merdeka (DKM) Provinsi Maluku bernama DR. Alfonsina Marthina Tapotubun yang ikut memprakarsai Program MBKM di Maluku itu.
Pertemuan bersama akademisi Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ini terjadi secara kebetulan pada acara Diskusi Publik: Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan Pelatihan Jurnalistik untuk Mahasiswa yang digagas Koran Ambon Ekspres bekerja sama Kampus Unpatti, Kamis, (17/11/22), lalu.
Saya tentu salut melihat penampilan sang akademisi yang biasa dipanggil Doktor Lis saat menyosialisasikan program Kemendikbudristek sesuai Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti) bernama MBKM, itu.
Dalam bahasa ilmiah populer — boleh jadi sosok Doktor Lis ini merupakan duta penting saat ini terutama untuk sebuah perubahan sebagai agent of change dalam dunia perguruan tinggi.
Jika selama ini program dan orientasi pendidikan tinggi hanya berkutat di kampus, maka seiring berkembangnya teknologi dan lapangan pekerjaan serta tuntutan skil maka melalui program MBKM di bawah tanggung jawab Doktor Lis ini menuntut paradigma perguruan tinggi mau tak mau harus berbenah diri menghadapi perubahan.
Meminjam istilah Mendikbudristek Nadiem Makarim, MBKM itu diumpamakan sebagai Kampus Kehidupan. Kalau dulu orientasi pendidikan kita untuk mencetak mahasiswa hanya berkutat di kampus saja maka ke depan harus berorientasi keluar.
Ibarat kolam dan samudera. Kedepan dunia perguruan tinggi tidak lagi bertumpu di kampus saja. Tapi harus keluar menimba pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan di tengah samudera ilmu yang lebih luas.
“Ibarat samudera. Ilmu itu luas. Jadi proses pembelajaran tidak saja di dalam negeri tapi kita juga harus berkolaborasi dengan dunia luar. Baik mencakup dunia pendidikan maupun dunia pekerjaan. Itulah namanya Kampus Kehidupan,” ujarnya.
Dari situ kelak lahir sarjana plus-plus. Artinya, sarjana yang dilahirkan kelak tidak saja mereka yang memiliki pengetahuan dan gelar secara akademis saja, tapi mereka ini juga bisa memiliki pengalaman dan ketrampilan sesuai kebutuhan lapangan pekerjaan dan skill yang berkembang di era industri 4.0.
Perkembangan era teknologi dan industrialisasi membuat perguruan tinggi harus melakukan loncatan. Agar kualitas pendidikan dan mutu luaran perguruan tinggi bisa bersaing sesuai perkembangan dan tuntutan dunia kerja.
Kedepan dunia pendidikan kita tidak boleh lagi melakukan pola pendidikan dan pengajaran dengan cara konvensional. Tapi harus dengan paradigma baru atau apa yang disebut dengan istilah breaghtrough atau terobosan yang luar biasa.
Yakni bagaimana memberikan kebebasan bagi mahasiswa — juga untuk tenaga pengajar dan dosen pembimbing agar mereka bisa adatif dan berkolaborasi. Juga berkontribusi pada kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan supaya kelak kualitas luaran pendidikan kita bisa berubah.
Ia mencontohkan saat ini banyak pekerjaan telah hilang dan diambilalih oleh teknologi. Di jalan tol, misalnya. Dulu ada pelayan yang mengendalikan di pintu masuk tol adalah manusia. Tapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan semuanya telah dikendalikan oleh teknologi.
Pun untuk menerjemahkan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, misalnya. Dulu kita butuhkan namanya penerjemah. Sekarang tidak lagi.
“Dengan membuka aplikasi di Geogle Translate di handphone kita bisa langsung menerjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris ataupun sebaliknya,” ujarnya.
MBKM tentu ingin menciptakan generasi unggul dan bermutu serta relevan dengan kebutuhan era industri 4.0.
Melalui kemitraan pendidikan bersama dunia industri atau lembaga maupun masyarakat luas diharapkan lahir luaran pendidikan tinggi yang berdaya saing kuat.
Syarat seorang mahasiswa untuk mengikuti program MBKM tidaklah sulit. Pertama bagi mahasiswa yang sudah menyelesaikan Semester IV mereka punya peluang mendaftar di kampusnya.
Jadi, pada Semester VI mereka sudah bisa mengajukan ke fakultas mengikuti program MBKM. Begitu mereka diterima sebagai mahasiswa MBKM bersama dosen pembimbing mereka diterjunkan ke lapangan dan dunia kerja sesuai bakat dan keinginannya.
Saat itulah mereka diberi kesempatan lebih luas mengeksplorasi minat dan bakatnya selama menjalankan pendidikan tinggi.
Kelak mahasiswa semacam ini diharapkan menjadi lulusan terbaik karena mereka memiliki kemampuan dan keterampilan kerja khusus dengan soft skills yang relevan di tengah perkembangan transformasi pendidikan di era 4.0.
Tentu syarat calon peserta MBKM perguruan tinggi terutama di bawah naungan Kemendikbudristek harus memiliki IPK minimal 3.0 dengan program studi yang sudah terakreditasi.
Mengutip Pasal 18 Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang SN-Dikti, program MBKM ini tentu luar biasa. Pasal itu menyebutkan perguruan tinggi wajib memfasilitasi pelaksanaan pemenuhan masa dan beban belajar dalam proses pembelajaran.
Caranya, pertama mahasiswa program sarjana/sarjana terapan mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam program studi pada perguruan tinggi sesuai masa dan beban belajar.
Kedua, mengikuti proses pembelajaran di dalam program studi untuk memenuhi sebagian masa dan beban belajar, dan sisanya mengikuti proses pembelajaran di luar program studi.
Bagi mahasiswa yang ingin mengambil program ini, Doktor Lis mempersilakan Anda menghubungi alamat emailnya: [email protected].
Dengan komposisi tiga semester seorang peserta MBKM bisa mendapatkan nilai mata kuliah pembelajaran setara dengan 60 SKS.
Ada kebijakan khusus untuk program MBKM. Jika di Semester V ia telah terdaftar mengikuti program MBKM maka ada peluang mahasiswa yang bersangkutan mengikuti dua tambahan semester lagi yakni di Semester VI dan VII.
Melalui seleksi kemampuan bakat dan minat itulah seorang mahasiswa yang ikut program MBKM ini diberi kebebasan memilih bakatnya selain mendapat uang saku.
“Uang saku mahasiswa Rp 1,2jt dan pemotongan SPP atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar Rp 2.4jt. Sedangkan untuk dosen mendapat insentif Rp 500rb/minggu,” ujar ibunda dari Dokter Ellen Julia Stephanie Riry, itu.
Bagaimana jika ia seorang mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, misalnya, tapi punya minat pada program studi yang relevan pada perguruan tinggi lain?
Di sini ia boleh mengajukan permohonan mengikuti program studi MBKM ke fakultas yang lain. Misalnya ke Fakultas Hukum, Fakultas Sospol, atau Fakultas Ekonomi. Tapi masih dalam lingkungan kampus yang sama.
“Tapi kalau mau mengambil studi pada perguruan tinggi diluar Maluku maka yang bersangkutan wajib mengikuti seleksi nasional secara online yang telah disiapkan aplikasinya oleh Kemendikbudristek,” ujarnya.
Meski belajar dan studi doktoral di bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan di Kampus Unpatti, namun perhatian pada dunia pendidikan oleh wanita berdarah Kepulauan Kei Besar kelahiran Desa Weduar, Kabupaten Maluku Tenggara, 26 Januari 1968, itu begitu besar.
Doktor Lis memang seorang yang lahir dan dibesarkan di lingkungan pendidikan. Ibunya yang bernama Ny. Helena Retraubun adalah seorang guru sekolah dasar di kampungnya di Desa Weduar, Kepulauan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara.
Ayahnya Markus Tapotubun adalah seorang pensiunan PNS. Dari didikan kedua orang tuanya itulah membuat istri dari suami Prof. Dr. Johan Riry, M.P, itu sangat menaruh perhatian pada dunia pendidikan.
“Almarhumah ibu saya seorang guru. Mungkin karena kami dilahirkan di lingkungan guru dari ibu kami sehingga saya menaruh perhatian pada dunia pendidikan,” ujarnya.
Dari perkawinan bersama Prof Johan Riry mereka dikaruniai tiga orang anak. Mereka adalah Dokter Ellen Julia Stephanie Riry, Welly Angela Riry (dosen), dan Jholie Grace Imanuela Riry (mahasiswi semester akhir).
Ia mengakui sangat konsen pada pendidikan karena ia ingin kedepan lahir generasi Maluku yang hebat.
Itulah yang mendorong dirinya mengikuti seleksi sebagai dosen pendamping untuk Program Kampus Mengajar Kemendikbudristek ini melalui seleksi nasional secara ketat pada 2020.
Dalam perjalanan setelah berhasil menyukseskan program MBKM selama dua tahap pembelajaran sebagai dosen pembimbing MBKM dan oleh Kemendikbudristek ia kemudian ditunjuk sebagai DKM Provinsi Maluku dan DKM Kampus Unpatti.
Dua program pembimbingan pembelajaran itu berlangsung antara Januari-Juni 2021 untuk delapan mahasiswa Unpatti peserta MBKM di SMPN 21, Desa Taeno, Kota Ambon dan pembelajaran adaptif di SMPN I di Desa Allang Assaude, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Kemudian diikuti Tahap III Juni-Desember 2021 dengan program yang sama untuk lima mahasiswa lainnya berlangsung di SD 86 Hative Kecil, Kota Ambon.
Karena kemampuan mentransformasikan model pembelajaran pendidikan melalui pendekatan “dimanapun dan kapanpun” secara personal yang fleksibel, “peer and mentor,” aplikasi tepat guna, modul dan project based learning dll. mengantarkan nama Doktor Lis terpilih sebagai Duta Kampus Merdeka.
Sejak itu Doktor Lis intens melakukan sosialisasi ke sejumlah perguruan tinggi di wilayah Maluku juga pada empat area DKM di Indonesia Timur.
Untuk Perguruan Tinggi Swasta (PTS) ini tergabung dalam Area-5 mencakup wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Pada kelima area itu telah dilakukan pengenalan MBKM melalui apa yang disebut dengan istilah creative hub area bersama Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XII baik di Maluku dan Maluku Utara secara daring lewat zoom.
Menghadapi arus perkembangan dunia yang terus berubah menuntut metode pendekatan pendidikan dan pembelajaran dalam dunia pendidikan tinggi harus terus berbenah.
Dan, dari tangan Doktor Lis — melalui program MBKM ini — kita berharap lahir sarjana-sarjana hebat dari Maluku. Yakni sarjana plus yang memiliki kemampuan adaptif dan kolaboratif — dengan skil atau keahlian yang mumpuni di bidangnya.(*)