–Imbauan Pemerintah dan Tokoh Agama
AMBON- Bentrok antar warga di Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, disesalkan banyak pihak. Provokator ikut memanas-manasi masalah via media sosial. Tokoh agama mengimbau agar seluruh warga manahan diri.
Peristiwa Sabtu pagi, 12 November 2022, yang diduga rentetan dari masalah 6 Oktober lalu menyebabkan puluhan orang luka-luka, dua orang meninggal dan sejumlah rumah rusak serta terbakar.
Terkait konflik itu, Keuskupan Amboina melalui Sekretaris Umum RD. Augustinus Arnold, mengutuk keras
segala bentuk provokasi dan tindakan kejahatan yang merusak tatanan hidup masyarakat.
“Kita juga minta pihak Kepolisian dan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara untuk memproses serta menghukum semua oknum yang terlibat melakukan kejahatan, dan tindakan provokasi,” kata Keuskupan Amboina sebagaimana rilis mereka yang diterima Rakyat Maluku, Minggu, 13 November 2022.
Dia berharap agar aparat keamanan baik TNI maupun Polri bisa memberi rasa aman bagi warga di sana.
“Juga mengajak para tokoh agama, adat, budaya, pemuda dan masyarakat untuk membantu aparat TNI-Polri ikut menjaga keamanan agar situasi terkendali dan kondusif,” harapnya.
Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku Abdullah Latuapo mengimbau kepada masyarakat di Malra agar menahan diri dan tidak terprovokasi. “Kepada saudara-saudara, masyarakat Kei Besar khususnya dan masyarakat di Malra secara keseluruhan untuk menahan diri karena kita ini orang basudara semua,” kata Latuapo ketika dihubungi lewat seluler.
Malra, lanjut dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, dikenal dengan kearifan lokal yang sangat kental. Kebersamaan mereka selama ini harus dicontohi. Karena itu, bentrok antarkampung di sana, baiknya disudahi.
“Warga Malra terkenal dengan dia punya budaya Ain Ni Ain, itu harus kita junjung tinggi,” pesan Ketua MUI.
Apa yang terjadi, sambung Ketua MUI, diserahkan ke kepolisian agar proses hukum dilakukan. “Serahkan kepada aparat kepolisian untuk mengusut tuntas akar permasalahan atau siapa-siapa provokatornya,” terangnya.
Sementara Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol M. Roem Ohoirat menegaskan bahwa kasus ini tetap akan diusut polisi.
“Pak Kapolda sudah perintahkan Dirreskrimum dan Kanit Resmob turun ke sana untuk selidiki bentrok itu,” ucapnya ketika dikonfirmasi Rakyat Maluku.
Selain penanganan hukum, Polda juga mendorong Pemerintah Kabupaten Malra, untuk menyelesaikan persoalan ini. Sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
” Itu yang dikedepankan Pemda, dalam hal ini Bupati. Kita, kepolisian siap mendukung dan mendorong Pemda untuk penyelesaian konflik disana,” demikian Ohoirat.
Sekadar informasi, bentrok Sabtu lalu terjadi setelah warga asal Ohoi Bombai, Ngurdu Vatsin, Soinrat Sirbantei mendatangi Ohoi Elat untuk memasang sasi (hawear) di perbatasan Elat. Hanya saja, upaya itu mendapat perlawanan dari warga Elat yang kemudian memicu bentrokan.
Sekretaris DPP Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Wandan (IPPMAWAN), Abu Samad Serang mengungkapkan, pihaknya merasa ada yang janggal, sebab alibinya ingin memasang hawear (sasi), namun anehnya mereka mendatangi Ohoi Elat sudah dengan perlengkapan perang, bawa busur, parang dan senapan angin.
“Yang terjadi sebaliknya, yakni mereka melakukan penyerangan ke Ohoi Elat, dengan membakar 5 buah rumah dan merusak beberapa rumah. Selain itu juga membakar dua sekolah, SMP dan SMA. Termasuk merusak kaca tempat ibadah di Wakatran, dan juga membakar 8 unit kendaraan roda dua,” ungkapnya.
Bentrokan ini, tambah dia, mengakibatkan 19 warga Elat luka ringan maupun berat. Kemudian serangan balasan, kata dia, adalah upaya warga Elat mempertahankan diri.
Fakta ini, kata Abu, disampaikan sebagai bentuk klarifikasi atas info-info yang menyudutkan warga Elat.
“Kami dari masyarakat Ohoi Elat menginginkan hidup damai dan aman. Tuntutan kami, pelaku utama pada kejadian penyerangan awal di dalam Ohoi Elat harus ditangkap dan di proses secara hukum,” tambahnya.(AAN)