RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Seram Bagian Barat (SBB) mengancam akan melakukan penjemputan secara paksa terhadap Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten setempat, Marlin Mayaut, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dana Siap Pakai (DSP) untuk penanganan darurat bencana gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB tahun 2019.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten SBB, Irfan Hergianto, SH MH, melalui Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel), Rafid M. Humolungo, SH, mengatakan, penjemputan secara paksa itu akan dilakukan jika yang bersangkutan (PPK Marlin Mayaut) telah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik, sebagaimana ketentuan Pasal 112 ayat (2) KUHAP.
“Sesuai KUHAP, jika tiga kali tidak indahkan panggilan penyidik, maka kita jemput paksa. Olehnya itu, kami sampaikan kepada saksi-saksi dalam proses penyidikan ini yang sudah dipanggil secara sah, mohon untuk kooperatif memenuhi panggilan kami, sehingga prosesnya dapat kami selesaikan dengan cepat,” ancam Rafid, kepada koran ini via seluler, Minggu, 6 November 2022.
Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari SBB, Darmono. Menurutnya, panggilan kedua kepada PPK Marlin Mayaut sudah dijadwalkan penyidik pekan ini. Sehingga, dia juga meminta kepada yang bersangkutan agar dapat kooperatif.
“Panggilan kedua sudah dijadwalkan, dan kalau sampai tiga kali panggilan tidak diindahkan juga, maka pasti kita jemput paksa saksi PPK, kan sesuai KUHAP,” tegasnya.
Dia menjelaskan, keterangan PPK Marlin Mayaut sangat penting di tahap penyidikan untuk mengetahui ada tidaknya keterlibatan pihak lainnya dalam kasus ini.
“Soal ada tidaknya keterlibatan pihak lainnya, kami belum tahu karena sejak kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan, PPK belum diperiksa, jadi belum bisa dikembangkan,” jelas Darmono.
Untuk menghitung total kerugian keuangan negaranya, Darmono mengaku akan meminta tim auditor dari BPKP Perwakilan Provinsi Maluku.
“Kita rencana minta BPKP untuk hitung kerugian keuangan negaranya. Minggu depan kita ke Ambon untuk koordinasi. Minimal kita dapat dua alat bukti baru kita tetapkan tersangkanya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kasi Intel Kejari SBB Rafid M. Humolungo, mengatakan, pada 26 September 2019 terjadi gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB. Kemudian dikeluarkan SK Bupati SBB tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi di Kabupaten SBB. Dasar SK Bupati ini kemudian diusulkan untuk mendapatkan DSP, yang akhirnya Pemerintah Daerah Kabupaten SBB mendapatkan bantuan DSP sebesar Rp 37.285.000.000.
Dengan rincian, Dana Opersional Darurat Rp 2 miliar, Dana Tunggu Hunian Rp 798.500.000, Dana Cash For Work Rp 334.500.000, dan Dana Stimulan Pembangunan Rumah sebesar Rp 34.177.507.013.
Ditambahkan Rafid, pengelolaan Dana Stimulan Pembangunan Rumah sebesar Rp 34.177.507.013 itu awalnya diperuntukan bagi 1.600 Kepala Keluarga (KK). Namun pada pelaksanaanya terdapat pengurangan yang disetujui untuk KK hanya sebanyak 1.317 KK. Sehingga terhadap sisa dana kurang lebih Rp 4.357.507.013.
“Nah, yang kita fokuskan disini adalah pengelolaan anggaran yang senilai Rp 34 miliar itu (Dana Stimulan Pembangunan Rumah). Karena terdapat sisa dana di kas BPBD Kabupaten SBB kurang lebih sebesar Rp 4.357.507.013,” jelas Rafid.
Dikatakan Rafid, sisa dana tersebut seharusnya atau wajib dikembalikan ke kas negara berdasarkan ketentuan Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 4 tahun 2020 Pasal 9 ayat (1), yaitu jika terdapat sisa DSP, maka BPBD wajib untuk mengembalikannya ke kas negara. Faktanya sisa DSP itu tidak dikembalikan.
“Ironisnya lagi, ada kurang lebih Rp 1 miliar digunakan oleh PPK yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga sampai dengan saat ini, dana yang masih ada di saldo kas BPBD SBB kurang lebih sekitar Rp 3.357.507.013, dan harusnya dikembalikan ke kas negara, tapi belum juga dikembalikan,” beber Rafid.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam Surat Bupati SBB kepada kepala BNPB dalam rangka permohonan audit bantuan DSP tahun anggaran 2019 tertanggal 12 Mei 2022, dijelaskan bahwa Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten SBB, Marlin Mayaut, dalam kapasitasnya selaku PPK mengusulkan Dana Operasional ke BNPB sebesar Rp 2.486.561.500.
Fatalnya, belum ada jawaban resmi dari BNPB atas usulan dana tersebut, PPK Marlin Mayaut sudah lebih dulu melakukan penarikan dana di rekening kas BPBD Kabupaten SBB senilai Rp 1 miliar secara berturut-turut dalam waktu yang sengat singkat pada Oktober 2021. Dangan rincian, Rp 600 juta pada 5 Oktober 2021, Rp 200 juta pada 8 Oktober 2021 dan Rp 200 juta pada 14 Oktober 2021.
Setalah uang Rp 1 miliar dicarikan, ternyata usulan PPK Marlin Mayaut itu ditolak dengan Surat Sekretaris Utama BNPB Nomor: S.140/BNPB/SU/RR.01/11/2021 Tanggal 07 November 2021 perihal Tanggapan Atas Permintaan Sisa DSP Tahun Anggaran 2019 Untuk Biaya Operasional di Kabupaten SBB.
Substansi penolakannya karena bertentangan dengan Peraturan BNPB Nomor: 2 Tahun 2018 Tentang Penggunaan DSP dan Rincian Biaya yang disampaikan tidak sesuai dengan peruntukannya pada saat diusulkan.
“Kami mohon kepada Bapak Kepala BNPB berkenaan menugaskan Tim Inspektorat Utama BNPB untuk melakukan audit terhadap seluruh proses pengelolaan dan pemanfaatan DSP dimaksud, sehingga terlihat transparansi dan akuntabilitasnya yang tentunya sama-sama kita harapkan,” harap Bupati, dalam isi surat itu. (RIO)