Oleh: Ras Md (Direktur Eksekutif Parameter Publik Indonesia)
RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — Pasca deklarasi capres Partai NasDem untuk Anies Rasyid Baswedan, iklim politik nasional mulai berubah. Jauh hari sebelum Anies dicapreskan oleh Partai NasDem, cenderung hanya Partai Gerindra, PDI Perjuangan dan Golkar saja yang dinilai potensial mengusung capres.
Contoh di Gerindra, ada Prabowo Subianto. Mantan capres berturut-turut. PDI Perjuangan ada dua kader potensial diusung menjadi capres. Puan Maharani dan juga Ganjar Pranowo. Namun yang paling kuat diinternal partai dengan lambang banteng ini adalah Puan Maharani. Sedangkan Golkar, Airlangga Hartaro yang sekaligus sebagai ketua umum partai Golkar. Bahkan Golkar berhasil membentuk koalisi indonesia bersatu (Golkar, PPP dan PAN).
Tepatnya Senin, 3 Oktober 2022 di NasDem Tower, Jakarta Pusat. Sang Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengumumkan secara langsung jika NasDem memilih Anies Rasyid Baswedan sebagai capresnya. Tentu konfigurasi politik nasional mengalami perubahan. Pasalnya, Sosok Anies menjadi ancaman besar bagi ketiga poros. Baik PDI Perjuangan, Gerindra dan juga Golkar.
Dalam kondisi seperti ini, sang partai raksasa PDI Perjuangan berpikir kembali memaksakan keinginannya mengusung Puan Maharani sebagai Capres. Begitupun juga Airlangga Hartarto di Golkar. Para kader pun berpikir kembali tentang pencapresan AH. Tak terkecuali Prabowo Subianto. Menteri pertahanan ini tentu sangat terganggu dengan munculnya Anies Rasyid Baswedan. Anies banyak menyedot kantong-kantong suara prabowo subianto.
Partai-partai besar harus menggocok ulang planing politiknya. PDI Perjuangan yang tak ingin kehilangan kekuasaannya tentu akan memilih kader potensialnya secara elektabilitas. Adalah Ganjar Pranowo. Gubernur jawa tengah ini saya proyeksikan akan diusung oleh PDI Perjuangan. Hal serupa pernah terjadi dalam pencapresan Jokowi di 2014 silam.
Airlangga sebagai capres partai Golkar mesti legawa menurunkan levelnya dari capres menjadi cawapres. Jika ini terjadi, maka PDI Perjuangan potensial berpaket dalam Pilpres 2024. Ganjar-AH. Konsekuensinya, KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP akan bubar.
Bagaimana dengan Prabowo? Sang petarung ini tentu tidak ingin kehilangan momentum. Bagi Prabowo, Pilpres 2024 mendatang adalah momentum kemenangannya. Walaupun pada akhirnya ia kembali tidak bersama PDI Perjuangan. Gerindra tetap optimis bersama PKB. Sang ketua PKB Muhaimin Iskandar secara keterpilihan jauh lebih unggul daripada Puan Maharani dalam simulasi cawapres. Ditambah lagi, basis tradisional PKB (NU) base nya cukup besar. Wilayah jawa timur potensial menjadi basis kedua setelah jawa barat bagi pasangan ini.
Anies Rasyid Baswedan, walaupun belum memutuskan sosok pendampingnya, namun terbaca jika ketua umum partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY berpeluang mendampingi Anies. Tiga faktor mengapa AHY. Faktor pertama, NasDem butuh mitra koalisi paling tidak tiga partai papan tengah. Demokrat meliki 54 kursi di senayan.
Faktor kedua, PKS yang mengantongi 50 kursi di senayan cenderung legawa jika cawapres Anies adalah AHY. Artinya PKS akan melengkapi NasDem dan Demokrat dari sisi presidential threshold.
Faktor ketiga, perpaduan Anies-AHY merepresentasi kelompok gen Z dan Millenial yang diproyeksi base nya mencapai 60 persen lebih dalam Pilpres 2024.
Tiga poros dengan figur yang berbeda dari sebelumnya tentu membuat konstelasi politik Pilpres berlangsung super sengit. Bahkan jika final yang maju tiga pasang capres, Ganjar-AH. Prabowo-Muhaimin dan juga Anies-AHY.
Pilpres 2024 mendatang potensial berlangsung dua putaran. Karena akan sulit salah satu pasangan capres-cawapres meraih angka 50 persen plus 1 suara dalam simulasi di atas. Kata kuncinya. Pilpres 2024, pertarungan gajah vs gajah.*