RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Budaya atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sangat penting bagi sebagian warga sehingga patut dilestarikan.
Seperti yang dilakukan masyarakat Negeri Hitu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).
Setiap bulan Safar (kalender Islam), masyarakat di negeri setempat selalu menggelar tradisi Mandi Safar.
Tradisi ini bukan sesuatu yang baru, tradisi ini muncul bersamaan dengan syiar agama Islam di negeri ini, bahkan Maluku pada umumnya.
“Makna dari tradisi Husafara itu sendiri bentuk dari merefleksikan peristiwa yang pernah dialami Nabi Muhammad SAW dan kaumnya,” kata Raja (Upu) Negeri Hitu, Salhana Pellu, di Rumah Raja Hitu, Rabu, 21 September 2022.
Ia bercerita, pada saat bulan Safar, Rasulullah mendapatkan cobaan dari Allah SWT berupa wabah hingga kemudian Rasulullah berhasil dari ujian tersebut.
“Kita yakin, dengan membersihkan diri di bulan safar dapat mendatangkan berkah, dan masyarakat serta negeri ini akan terhindar dari bala (cobaan),” ujarnya.
Pellu menjelaskan, Mandi Safar di Hitu dilakukan hari Rabu pada Minggu terakhir di bulan safar.
Sebelum tradisi Husafara digelar, lebih dulu para tokoh agama dan orang tua adat melakukan doa syukur di rumah raja.
“Mereka akan mendoakan air yang sebelumnya sudah disiapkan di dalam kendi tua. Air ini nantinya digunakan oleh warga untuk membasuh wajah dan anggota tubuh lainnya,” jelasnya.
Setelah ritual dilakukan, raja dan tokoh adat serta tokoh agama berjalan menuju pelabuhan Huseka’a Hitu untuk prosesi doa syukur lebih lanjut.
Tradisi mandi safar di Negeri Hitu dilakukan tanpa ada kegiatan tambahan lainnya.
“Jadi tak ada acara meriah. Kita hanya mandi lalu naik. Prinsipnya kita mensucikan diri di bulan Safar,” jelasnya.
Pantauan koran ini, warga Hitu begitu antusias mengikuti tradisi mandi safar. Hal tersebut dilihat dari ribuan warga yang mandi. Sebagian warga melakukan mandi safar di pagi hari, dan ada yang mandi sore hari. (MON)