Prof Azra

  • Bagikan

rakyatmaluku.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Dunia intelektual Tanah Air kembali kehilangan salah satu tokoh pemikir terbaik almarhum Prof. DR. Azyumardi Azra (67).

Guru Besar dan mantan Rektor UIN Syarif Hidaytullah, Jakarta, itu menghembuskan nafas terakhir di unit perawatan intensif bagi penderita gangguan pada jantung (CCU) Rumah Sakit Selangor, Malaysia, Minggu siang (18/9/22). Ia juga dilaporkan terinfeksi Covid-19.

Kepergian cendekiawan muslim Prof Azra ini membuat banyak orang merasa kehilangan. Setelah sebelumnya, Jumat, (27/5/22), kita juga kehilangan cendekiawan terbaik Prof DR.Ahmad Syafii Ma’arif.

Begitu banyak orang ikut berduka cita yang mendalam atas kepergian Prof Azra —tokoh egaliter kelahiran 4 Maret 1955 di Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat— yang selalu berpenampilan humble tapi kritis itu.

Prof Azra selain dikenal sebagai cendekiawan ia juga merupakan Ketua Dewan Pers periode 2022-2025.

Tak kurang sahabatnya yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr K.H. Haedar Nashir, M.Si merasa kehilangan dan menganggap wafatnya Prof Azra masuk kategori sahid di jalan Allah karena perjalanannya menuju Malaysia dalam rangka berbagi ilmu.

Sebelum wafat Prof Azra direncanakan hadir sebagai narasumber pada acara Konferensi Internasional Kosmopolitan Islam yang diselenggarakan oleh Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) di Selangor, Malaysia pada Sabtu, (17/9).

Sebelumnya ia telah mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Serdang sejak Jumat (16/9) atau beberapa saat sebelum mengalami sesak nafas dalam penerbangan menuju Kuala Lumpur.

Almarhum adalah seorang pemikir. Pemikirannya senantiasa jernih dan komprehensif, yang menggambarkan kedalaman dan keluasan ilmu, khususnya ilmu-ilmu keislaman yang terkoneksi dengan berbagai aspek kehidupan.

“Beliau adalah cendekiawan muslim dan intelektual bangsa yang maqomnya sudah begawan atau ar-rasih fil-‘imi,” tulis Haedar Nashir dalam laman pribadinya.

Dikenal sebagai salah satu intelektual Islam terkemuka karya-karya almarhum tersebar di berbagai jurnal ilmiah hingga media massa.

Mereka yang pernah terjun di dunia kampus dan bersentuhan dengan studi gerakan pemikiran Islam yang dikembangkan para ulama dan pemikir Islam baik klasik maupun kontemporer tentu tidak asing dengan buku-buku beliau sebagai bahan referensi.

Karya-karya beliau juga telah melintasi sekat-sekat pemikiran lintas agama dan kelompok.

“Generasi muda Indonesia penting berguru dan mengambil banyak mozaik dari pemikiran-pemikiran Prof Azra yang mencerdaskan dan mencerahkan,” kata Prof Haedar.

Tak kurang selain Ketua Umum PP Muhammadiyah, Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas juga mengenang warisan Prof Azra sebagai tokoh intelektual yang selalu berpikiran terbuka atau egaliter dan sosok cendekiawan yang konsisten di dunia akademik.

Karena itu semua perguruan tinggi keagamaan Islam negeri sangat berhutang budi terhadap Prof Azra dalam ide dan gagasan hingga kemudian bisa berkembang pesat sampai sekarang.

Satu di antara warisan pemikiran almarhum itu menjadi referensi skripsi saya saat mengakhiri Studi S1 di IAIN Alauddin Makassar 1991 berjudul: Orientasi Pemikiran Cendekiawan Muslim Indonesia Setelah Lahirnya Orde Baru.

Dalam artikelnya yang dimuat Majalah Panji Masyarakat, 1 Desember 1990, halaman 22, berjudul: “Cendekiawan”, sebagaimana yang saya kutip itu, Prof Azra mengartikan kata cendekiawan tidak lain adalah orang-orang yang menjalankan peranan tertentu dalam masyarakat.

Mereka yang memiliki sikap kepeduliannya atas problematika kemanusiaan sembari berupaya memberikan respon yang tepat untuk memecahkan masalah itulah yang dikatakan cendekiawan.

Tampilnya Sarekat Islam tahun 1911 di kalangan para pendirinya seperti Kiyai Haji Samanhoedi, Haji Oemar Said Tjokroaminoto, Abdoel Moeis, dan Raden Mas Tirtoadisuryo menandai gerakan cendekiawan Tanah Air.

Kehadiran mereka ini telah menjadikan Islam sebagai ideologi dalam mendasari gerakan-gerakan politik maupun ekonomi dalam menentang superioritas sistem kapitalisme barat dan Komunisme-PKI.

Dan, oleh Prof Azra mereka ini merupakan sosok-sosok cendekiawan sesungguhnya.

Tampilnya protes-protes sosial yang dilakukan oleh mereka waktu itu sering kali ditujukan kepada pemerintahan pribumi dan juga terhadap pedagang-pedagang Cina atau para pejabat dan penguasa Eropa.

Gerakan perlawanan yang diilhami oleh ajaran-ajaran agama ini oleh Prof Azra diakui tidak terlepas dari pengaruh kebangkitan Islam di Timur Tengah abad ke-20.

Dalam kaitan inilah pada aras internasional, kata almarhum, telah terjadi internalisasi di dalam bidang intelektual di kalangan para ulama dan cendekiawan umum lainnya.

Tulisan Prof Azra ini bisa dibaca pada: Azyumardi Azra, “Jaringan ‘Ulama’ Timur Tengah dan Indonesia Abad ke-17”, dalam Zaim Uchrowi dan Ahmadie Thaha, (peny.), Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1989) h. 358).

Almarhum termasuk alumni UIN Jakarta. Dalam sisi keilmuan ia memiliki “nasab” dengan seorang dosen yang intens dalam mengembangkan gerakan pemikiran yang juga Guru Besar bernama Prof DR Harun Nasution.

Prof Azra saat itu digadang-gadang menjadi sosok penerus pemikiran Prof Harun Nasution. Tokoh yang terakhir ini dikenal luas di lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam.

Ia figur yang menjadi penerus gagasan-gagasan Prof Harun Nasution dalam pemikiran-pemikiran untuk merasionalkan pemahaman agama di kalangan mahasiswa.

Disertasinya tentang Jaringan Ulama Nusantara di Universitas Columbia, AS mendapat perhatian dari akademisi, juga dari luar negeri.

Ini disertasi dengan riset yang cermat dan menyertakan banyak sumber dalam lima bahasa.

Prof Azra juga dikenal produktif menulis artikel di koran dan membuat buku. Beberapa karyanya yang dikenal luas antara lain Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII (2004), Renaisans Islam Asia Tenggara (1999), dan Pergolakan Politik Islam (1996).

Ia juga pernah mendapatkan gelar ‘Commander of the Order of British Empire (CBE)’ dari Ratu Elizabeth II pada tahun 2010.

Selamat jalan Prof Azra. Semoga almarhum husnul khatimah, dilapangkan alam kuburnya dan dimaafkan segala salah dan khilaf.(DIB)

  • Bagikan