RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Berdasarkan data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Ambon, terungkap bahwa kasus prostitusi online di Kota Ambon terus meningkat.
Mirisnya, rata-rata korban yang didapat malalui jejaring media sosial (Aplikasi Michat) di tahun 2022 ini adalah anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Kami menjaring kasus ini melalui beberapa akun mucikari dari Aplikasi Michat. Mirisnya, tahun ini anak usia SMP yang banyak kami temukan jika dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya yang kebanyakan anak usia SMA,” beber Ketua Bidang Pengaduan dan Pendampingan P2TP2A Kota Ambon, Nining Husniati, kepada koran ini di Ambon, Kamis, 15 September 2022.
Nining mengungkapkan, alasan dari korban anak usia SMP yang terlibat dalam prostitusi online ini karena faktor pergaulan dan broken home, yang mana sampai pada level tertentu si anak melarikan diri dari rumah karena sudah menjadi satu kebiasaan jika dilarang. Sehingga, dalam penangannya telah dilakukan pembinaan dari psikolog dan pihak keluarga.
“Kami sudah melakukan penanganan terhadap para korban sesuai prosedur. Dimana, untuk kasus asusila terhadap anak termasuk yang terlibat dalam prostitusi online, kami melakukan pendampingan dengan psikolog juga pembinaan dari pihak keluarga, pemeriksaan kesehatan, serta membantu dalam pembuatan administrasi kependudukan,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan juga prostitusi masih menjadi catatan merah oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Ambon dalam proses penanganannya. Dimana, perkembangan teknologi, kebutuhan ekonomi dan ketimpangan sosial lainnya, turut mengambil bagian dalam memicu timbulnya kasus tersebut.
“Faktor lainnya yang mendorong terjadinya perilaku asusila dan tindakan kekerasan terhadap anak yakni, pelaku yang mabuk, keluarga yang tidak lengkap, dimana ayah atau kakek yang hanya tinggal berdua dengan anak perempuan, dan keluarga yang lengkap namun sang istri sering tidak berada di rumah,” jelas Nining.
“Untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan yang kami dapatkan, belakangan ini banyak perilaku invers terhadap anak yang dilakukan oleh orang-orang terdekat si anak korban itu sendiri. Seperti contohnya ayah kandung, paman dan kakek,” tambahnya.
Dikatakan Nining, terungkap peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan serta kasus asusila dari tahun sebelumnya, juga karena masyarakat sudah berani melapor ke pihak kepolisian setelah sebelumnya lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan telah melakukan upaya-upaya sosialisasi di tengah masyarakat.
“Untuk itu, terhadap kasus asusila dan kekerasan terhadap anak dan perempuan yang marak terjadi di Kota Ambon, masyarakat tidak boleh melihat ini sebagai sebuah aib atau hal yang tabu, apalagi dengan mengucilkan para korban, sebaiknya dilaporkan kepada pihak yang berwajib serta dilakukan pendampingan yang baik,” imbaunya. (SSL)