RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Kejaksaan Negeri (Kejari) Seram Bagian Barat (SBB) diam-diam telah meloloskan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SBB, Johan Tahya, dari kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di wilayah Kabupaten SBB tahun anggaran 2019-2021.
Bagaimana tidak, proses penyelidikan kasus tersebut telah dihentikan oleh Kejari SBB lantaran kerugian keuangan negaranya kecil dan yang bersangkutan (Johan Tahya) telah mengembalikan seluruh uang yang dipotong bersumber dari dana BOS kepada masing-masing kepala sekolah (kepsek).
“Setahu saya kasus dana BOS ini sudah dihentikan karena Pak Kadis sudah kembalikan semua uang ke masing-masing kepala sekolah. Jadi, sudah tidak ada lagi kerugian keuangan negaranya,” ungkap sumber koran ini yang meminta namanya dirahasiakan, Selasa, 6 September 2022.
Sumber itu mengakui, sebelum kasus ini dihentikan, penyelidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 100 orang lebih kepsek baik SDN maupun SMPN se-Kabupaten SBB, untuk mengetahui berapa besar anggaran dana BOS yang dipotong dan diberikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SBB, Johan Tahya.
Dalam pemeriksaan tersebut, lanjut Sumber itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SBB, Johan Tahya, juga telah mengakui perbuatannya kepada penyelidik bahwa dirinya memotong dana BOS dari seluruh kepala SDN dan SMPN untuk pembangunan pagar kantor dinas pendidikan setempat.
Alasannya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat tidak mendapatkan anggaran untuk pembangunan pagar, akibat kantor dinasnya diplang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
“Saat diperiksa, Pak Kadis Pendidikan langsung mengakui perbuatannya, dan kemudian melakukan pengembalian kepada masing-masing kepala sekolah,” jelas sumber itu.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari SBB, Rafid, yang dikonfirmasi media ini membenarkan informasi tersebut. Menurutnya, kasus Dana BOS dihentikan lantaran tidak cukup bukti kuat dan tidak ditemukan kerugian keuangan negaranya.
“Kasus dana BOS itu pemeriksaannya dalam pengumpulan data dan keterangan Bidang Intelijen, dan telah dihentikan karena tidak cukup bukti serta tidak ditemukan kerugian negara. Lengkapnya nanti silahkan berkunjung ke kantor,” terang Rafid.
Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum, Jhon Michaele Berhitu, S.H.,M.H.,CLA.,C.Me, mengaku kecewa dengan kinerja Kejari SBB yang telah menghentikan proses penyelidikan kasus dana BOS tersebut.
Menurut Jhon, Kejari SBB seharusnya meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan dana menetapkan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SBB, Johan Tahya, sebagai tersangka.
Hal ini mengingat yang bersangkutan (Johan Tahya) telah mengakui perbuatannya yang didukung dengan keterangan pihak-pihak terkait, dalam hal ini para kepala SDN dan kepala SMPN setempat.
“Kok bisa kasus ini dihentikan, sementara sangat jelas Pak Kadis sudah mengakui perbuatannya memotong dana BOS dari masing-masing kepala sekolah. Saya curiga ada yang tidak beras,” tegas Jhon.
Dia juga menegaskan bahwa meskipun Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SBB, Johan Tahya, telah mengembalikan uang (hasil korupsi) kepada masing-masing kepsek atau negara, namun hal tersebut tidak menghapus perbuatan pidananya.
“Perkara pidana itu mengadili perbuatan, yang dari perbuatan itu lahir kerugian. Jika kerugiannya dikembalikan, hanya akan berpengaruh pada pengurangan hukuman pidananya saja, tetapi tidak menghapuskan perbuatan pidananya alias proses pidana tetap harus dilakukan,” papar Jhon.
Jhon juga meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Edyward Kaban, SH.MH, agar dapat mengevaluasi kinerja kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) SBB beserta jajarannya. Sebab, dihentikannya kasus tersebut dinilai janggal.
“Kinerja Kejari SBB di kasus dana BOS ini harus dievaluasi dan dipertanyakan oleh Pak Kajati Maluku. Hal ini demi menjaga marwah dan kepercayaan publik kepada Korps Adhyaksa Maluku,” pintanya. (RIO)