RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Sidang gugatan pengangkatan Raja Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, kembali berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon.
Sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi tergugat intervensi.
Muhammad Akram Samual, melalui kuasa hukumnya, Hadi Tuasikal mengatakan, kliennya merupakan keturunan Raja Liang. Karena itu, pengangkatan Taslim Samual, itu melanggar prosedur dan mekanisme berdasarkan ketentuan Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 281 ayat (3) UUD 1945, Jo Pasal 107 UU Nomor, 6 Tahun 2014, Jo Pasal 44 huruf (J) Peraturan Pemerintah Nomor, 72 Tahun 2005, Jo Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor, 14 Tahun 2005 tentang Penetapan Kembali Negeri sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, Jo Peraturan daerah Kabupaten Maluku tengah Nomor, 03 Tahun 2026 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, dan Pelantikan Kapala Pemeritah Negeri, serta bertentangan dengan Pasal 53 Ayat (2) huruf a, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu melanggar hukum dan menyipang dari Asas Umum Pemerintahan yang baik, memohon agar objek tersebut dapat dinyatakan batal atau tidak sah.
“Pemerintah Kabupaten harus melakukan penelitian terhadap berkas saudara Taslim Samuel. Taslim Samuel itu sesuai dengan fakta persidangan, dia itu bukanlah marga Samuel yang sebenarnya. Namun, dia dipelihara oleh
Marmahu bawa Marmahu bawa itu orang tua mereka adalah marga Lessy, kakeknya itu nama Musa Lessy,” kata Tuasikal, kepada rakyatmaluku.fajar.co,Senin, 5 September 2022.
Dia melanjutkan, Musa Lessy itu mempunyai dua anak. Salah sabtunya yang turun ke Taslim Samual. Namun, karena Taslim dipelihara oleh Marmahu bawa, sehingga diberi marga Samual. Padahal, dia aslinya bermarga Lessy.
“Bicara di Negeri Liang itu, bicara tentang nama latu, Maka kalau bicara nama latu itu garis keturunan lurus, tidak ada itu. Dia itu perempuan. Dia tidak punya hak dan tidak makan di Samual.
Pengangkatan Taslim Samual sebagai raja, cacat hukum,” terangnya.
Lanjut Tuasikal,
hampir seluruh desa yang ada di Malteng, itu bukan desa Administrasi, tapi ada juga desa adat.
Kalau kita bicara desa adat, maka proses adat pun harus dari bawah, soa, saniri baru ajukan.
“Namun, karena berkaitan dengan Plt raja, maka ada indikasi. Indikasi soal persiapan 2024. Keputusan yang ada di Malteng itu, keputusan yang mengorbankan orang lain yang bukan turunan raja sebenarnya,” tuding dia.
Pemkab, tambah Hadi Tuasikal, harus paham bahwa yang ada di Malteng itu adalah desa adat semua bukan desa adminstrasi
“Maka disampaikan pada pembuktikan fakta sidang, semua baik pengugat maupun tergugat. Maka saya sebagai lawyer dari Haji Akram Samual pun kami menanyakan kepada mereka dan mereka tidak dapat membuktikan bahwa yang sebenarnya Taslim itu siapa,” ucapnya.
Sebelum mereka mengajukan gugatan, pihaknya sudah melakukan sanggahan ke Bupati Malteng Abua Tuasikal. Karena tidak ada tanggapan sehingga kliennya menggugat surat Nomor 141-378 Tahun 2022 tentang Pegesahan Kepala Pemerintahan Negeri Liang.
“Kalau tidak salah tanggal 11 April 2022. Saya mengantar surat itu ke kantor beliau. Dalam surat itu kami bilang bahwa surat yang dibuat saudara Bupati itu salah. Itu cacat hukum karena tidak melakukan penelian mendalam terhadap hirarki keturunan yang sebenarnya,” pungkas doktor lulusan Universitas Hasunuddin (Unhas) ini. (AAN)