RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Penyelidikan perkara dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) tahun anggaran 2019-2021, mulai tertutup di Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
Padahal, Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SBB, Johan Tahya, telah mengakui perbuatannya kepada penyelidik bahwa dirinya terpaksa memotong dana BOS dari seluruh kepala sekolah (kepsek) untuk pembangunan pagar kantor dinas pendidikan setempat.
Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum, Jhon Michaele Berhitu, S.H.,M.H.,CLA.,C.Me, menegaskan bahwa Kejari SBB harus segera menuntaskan kasusnya dan menetapkan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SBB, Johan Tahya, sebagai tersangka.
Sebab, yang bersangkutan telah mengakui perbuatannya dan didukung dengan keterangan pihak-pihak terkait, dalam hal ini para kepala SDN dan kepala SMPN setempat.
“Apapun yang terjadi tidak ada alasan lagi bagi Kejari SBB untuk mendiamkan kasus ini. Bahkan kasus ini sudah harus naik penyidikan dan menetapkan kadis pendidikan sebagai tersangka,” tegas Jhon, kepada koran ini di Ambon, Minggu, 28 Agustus 2022.
Dia juga menegaskan bahwa meskipun Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SBB, Johan Tahya, telah mengembalikan uang (hasil korupsi) kepada masing-masing kepsek atau negara, namun hal tersebut tidak menghapus perbuatan pidananya.
“Perkara pidana itu mengadili perbuatan, yang dari perbuatan itu lahir kerugian. Jika kerugiannya dikembalikan, hanya akan berpengaruh pada pengurangan hukuman pidananya saja, tetapi tidak menghapuskan perbuatan pidananya alias proses pidana tetap harus dilakukan,” papar Jhon.
Demi mengawal jalannya proses pidana kasus ini hingga ke persidangan, Jhon meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Edyward Kaban, SH.MH, agar dapat mengevaluasi kinerja kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) SBB beserta jajarannya. Sehingga, penanganan kasusnya lebih transparan ke publik melalui media massa.
“Kalau tidak transparan maka potensi untuk kasusnya dihentikan bisa saja terjadi dengan berbagai alasan klasik, seperti kerugian negaranya kecil dan lain-lain. Olehnya itu, Pak Kajati juga harus mengevaluasi kinerja jajarannya di Kejari SBB sebagai pengingat atau atensi,” harapnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, yang dikonfirmasi koran ini terkait perkembangan kasus tersebut, tidak merespon sambungan seluler maupun pesan singkat yang dikirim via WhatsApp (WA). (RIO)