Nama H.M.Alwi Hamu dan H.M. Jusuf Kalla adalah dua sosok yang tidak diragukan persabatannya sepanjang karier mereka.
Semenjak mahasiswa hingga kemudian menjadi pengusaha sukses pada usia yang kini memasuki kepala “8” persahabatan mereka tetap terjaga.
Salah satu bentuk persahabatan itu karena mereka saling membesarkan, saling percaya dan saling mendukung dan bekerjasama dalam membangun usaha untuk kebaikan bersama.
Mengutip buku: Alwi Hamu 73 Tahun, Sang Jurnalis Entrepreneur terbitan 2009, dalam sambutannya HM.Jusuf Kalla mengakui kemampuan sahabatnya itu hingga mengantarkan Jusuf Kalla menduduki posisi Wapres RI tidak lepas karena salah satu dari kerja keras dari seorang Alwi Hamu yang sejak dulu telah dilahirkan dari keluarga pedagang itu.
Dengan jiwa wirausaha yang kerab bersentuhan dengan pasang-surut itulah tidak membuat seorang Alwi Hamu pasrah tapi sebaliknya memacu dirinya menjadi seorang jurnalis dan entrepreneur tangguh.
Masih mengutip dalam buku itu salah satu kebanggaannya tatkala Pak Alwi Hamu diberi kepercayaan oleh Jusuf Kalla untuk memimpin Percetakan Bhakti Baru yang berkantor di Jl.Ahmad Yani, Makassar.
Melalui percetakan inilah menjadi catatan sejarah, karena dari sana pulalah Pak Alwi membangun Harian Fajar dan grupnya. Dan melalui kerjasama Jawa Pos Grup itulah membuat prestasi karena kemampuannya membangun jaringan lebih 150 koran di seluruh kota di Indonesia.
Selain HM.Alwi Hamu dan HM. Jusuf Kalla ada satu lagi sahabat mereka yang tidak kalah penting. Ia adalah HM.Aksa Mahmud. Sejak mahasiswa ketiga orang ini memang telah bersahabat hingga kemudian sukses membangun bisnis mereka.
Dalam beberapa kesempatan Jusuf Kalla kerab memuji sahabatnya itu. Dengan nada kelakar ia kerab menyapa Pak Alwi dengan sapaan Daeng —meski dari segi usia dua sahabatnya itu lebih muda— dalam soal “adu jam terbang.”
Jam terbang yang dimaksud itu tidak lain tingginya lalulintas penerbangan domestik, regional, dan internasional.
“Mulanya saya selalu di peringkat pertama, namun setelah Alwi sukses membangun jaringan korannya maka Alwi menggeser saya dan Aksa,” kata Jusuf Kalla.
Ketika memberikan sambutan pada acara pengresmian gedung Universitas Fajar (UNIFA) Makassar, Jumat, (26/1/18), Jusuf Kalla yang adalah Wakil Presiden RI saat itu pernah bercerita banyak tentang masa lalu mereka ini ketika masih aktif sebagai mahasiswa.
Di era tahun 60-an trio ‘bersaudara” ini dikenal sebagai aktivis kampus dan tokoh pergerakan mahasiswa. Sebagai aktivis mereka kerap terjun ke jalan menentang kebijakan pemerintah. Itu dulu.
Setelah mereka menyelesaikan studi situasi politik di Tanah Air berubah. Jusuf Kalla akhirnya banting setir dari tadinya seorang aktivis kemudian memilih menjadi pengusaha.
Alwi Hamu dan Aksa Mahmud pun diajaknya. Sebab mereka menyadari memperbaiki keadaan masyarakat tidak cukup hanya dengan turun ke jalan berdemo. “Demo perlu tapi harus ada batasan,” ujarnya.
Dalam berjuang, kata Pak Kalla, kita harus tahu kapan harus berhenti. Tidak baik juga kalau demo terus menerus sebab tak akan memperbaiki keadaan. Sebaliknya, akan menimbulkan dampak bagi dunia usaha dan tidak memberikan kepercayaan kepada pasar.
Alasan itulah yang membuat Jusuf Kalla, Alwi Hamu, dan Aksa Mahmud terjun menjadi enterpreneur. Ada yang bergerak di bidang usaha otomotif, media, rumah sakit, pendidikan, dan jasa konstruksi. Hingga kini persahabatan ketiga kawan ini masih terus terjaga.
Dalam berusaha mereka bertiga saling kerjasama. Tapi semangat bersaing selalu menjadi hal penting. Sebab tanpa semangat persaingan mereka yakin sulit untuk berkembang.
Semangat persaingan itulah kemudian mereka wujudkan pada seberapa sukses gedung yang berhasil mereka bangun.
Di antara ketiga itu ternyata Pak Alwi lah memiliki gedung paling tinggi yakni Graha Pena Makassar berlantai 20.
“Ya, wajar kalau Pak Alwi mengklaim memiliki gedung paling tinggi. Sebab beliau menghitung juga antenanya yang di atas,” kata Jusuf Kalla disambut tawa undangan.
Di antara ketiga sahabatnya itu hanya Jusuf Kalla yang tidak memiliki usaha pendidikan tinggi. Alwi Hamu dengan UNIFA dan STIE Nitro, Aksa Mahmud dengan Universitas Bosowa dan RS Awal Bross.
Dalam soal lembaga pendidikan Jusuf Kalla merasa cukup mengurus SMP dan SMA saja. Walau hanya mengurus SMP dan SMA tapi dimana-mana Jusuf Kalla bisa menjadi pembina perguruan tinggi.
“Coba cek di Makassar ada berapa perguruan tinggi dimana di situ saya menjadi pembina,” kata Jusuf Kalla yang telah 10 kali mendapat gelar Doktor Honoris Causa (HC) itu disambut applaus hadirin.
Di hadapan mahasiswa Jusuf Kalla mengajak mereka untuk meningkatkan mutu pengetahuan. Semangat menuntut ilmu pengetahuan harus selalu menjadi prioritas. Jangan sampai menuntut ilmu hanya berorientasi untuk mengejar ijazah.
Sebab belajar dari banyak orang sukses dan drop out dari perguruan tinggi ternyata mereka bisa berhasil karena keinginannya yang kuat untuk menambah ilmu pengetahuan sangatlah tinggi. Mereka tidak lagi berorientasi mencari ijazah tapi bagaimana mengembangkan ilmu pengetahuan.
“Saya saja, setelah sarjana hanya dua kali baru melihat ijazah. Yakni ketika diminta fotokopi untuk melengkapi persyaratan sebagai calon presiden dan wakil presiden. Setelah itu tidak lagi,”ujar Jusuf Kalla disambut tawa hadirin.
Jusuf Kalla mengambil contoh Mark Elliot Zuckerberg seorang drop out perguruan tinggi namun dengan kemampuan yang dimilikinya melalui program komputer dia bisa menjadi seorang pengusaha internet terkaya zaman ini.
Mark Zuckberberg dikenal karena menciptakan situs jejaring sosial Facebook dan karena itu ia menjadi pejabat eksekutif dan presiden terhebat di dunia maya.
Nah, untuk menjadi seorang yang hebat tidak harus menjadi drop out dulu dari perguruan tinggi atau mengejar ijazah semata. Tapi, dalam bidang apapun yang kita lakukan baik di dunia usaha, pendidikan dll salah satu syarat yang harus kita tanamkan dalam diri kita adalah keikhlasan dan tekadnya yang kuat.
“Kalau dulu saya masih jadi mahasiswa dan melakukan demo tanpa tahu kapan harus berhenti ya tak mungkin kita bisa seperti ini. Kita harus tahu batasannya kapan memulai dan kapan harus berhenti untuk melakukan kebaikan bersama. Nah, tekad dan keikhlasan itulah mendorong kami untuk berubah. Masak sampai tua harus pimpin demo terus,” ujarnya.
Jusuf Kalla sangat menyadari di usianya yang sudah lanjut sangat mengharapkan muncul generasi baru yang lebih hebat.
Karena itu kedepan ia berharap akan lahir generasi Seri Tiga dan Seri Empat yang lebih maju lagi. Dan melalui perguruan tinggi inilah ia berharap muncul generasi baru yang lebih bermutu.
Juga lahir sebuah generasi yang mengedepankan prinsip kerjasama, saling membesarkan, saling percaya dan saling mendukung dalam membangun usaha sebagaimana yang telah dicontohkan oleh ketiga sahabat hebat ini: Alwi Hamu, Jusuf Kalla, dan Aksa Mahmud.(DIB)