RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — JAKARTA, — Indonesia dengan jumlah penduduk yang terus bertambah masih menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) terus berusaha untuk mengintervensi ketahanan pangan di kawasan perbatasan.
Dimana, terdapat 21 kabupaten/kota atau Kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri) dan 1 wilayah Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN), yang masih berkategori berat, atau rentan rawan pangan.
Data status ketahanan pangan di kawasan perbatasan yang bersumber dari Food Security and Vulnerability (FSVA) juga menunjukan sebanyak 33 kabupaten dan kota Lokasi Prioritas lainnya berstatus sedang.
Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan, BNPP, Jeffry Apoly Rahawarin, mengungkapkan, pemerintah telah mengantisipasi masalah kerawanan pangan dengan memperluas program perlindungan sosial.
Menurutnya, sinergitas lintas sektor diperlukan untuk membangun komitmen bersama dalam mewujudkan langkah-langkah strategis lainnya, serta untuk melaksanakan amanat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
“BNPP akan berkoordinasi lebih lanjut dengan kementerian/lembaga dan berencana melakukan peninjauan lapangan yang menghasilkan komitmen tindak lanjut terkait kondisi kerawanan pangan di kawasan perbatasan yang perlu ditangani melalui percepatan penurunan stunting. Tujuannya terjalin koordinasi dan komitmen antar kementerian dan lembaga tersebut,” jelas Jeffry dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Percepatan Penurunan Stunting melalui Penguatan Ketahanan Pangan di Kawasan Perbatasan, di Hotel Millenium, Selasa (26/7/2022).
Jeffry menjelaskan, ada enam strategi nasional percepatan penurunan stunting, yakni menurunkan prevelensi stunting, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
Sedangkan pilar strategi percepatan penurunan stunting, lanjut Jeffry, adalah peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, peningkatan konvergensi dan intervensi spesifik dan intervensi spesifik, peningkatan ketahanan pangan dan gizi, dan penguatan dan pengembangan sistem data, informasi dan inovasi juga menjadi fokus.
“Dengan memperhatikan tujuan dan pilar dalam penurunan stunting khususnya, serta peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat, maka diharapkan BNPP dan kementrian/ lembaga (mitra), dapat menyusun Rencana Aksi melalui kegiatan prioritas dalam rangka percepatan penurunan stunting di kawasan perbatasan,” pungkas Jeffry.
Asisten Deputi Infrastruktur Ekokesra, Yedi Rahmat, selaku penyelenggara Rakor, juga berharap melalui rapat ini akan diperoleh sinergi antar kementerian/lembaga dalam mengentaskan kerawanan pangan, terutama yang dialami masyarakat dikawasan perbatasan.
“Diharapkan akan terkonfirmasi data bersama yang lebih akurat terkait tingkat kerentanan pangan, sehingga langkah penanganannya akan lebih tepat,” ungkap Yedi.
Sementara itu, Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional (BPN), Nita Yulianis, juga memberikan pemaparan bahwa faktor utama wilayah kerentanan pangan adalah produksi pangan wilayah lebih kecil dibandingkan kebutuhan, sehingga terjadi defisit, persentase penduduk miskin makin tinggi, prevelensi balita stunting tinggi dan akses air bersih terbatas.
Sedangkan sebaran wilayah rentan rawan pangan yakni wilayah Indonesia timur, wilayah jauh dari ibu kota provinsi/ daerah perbatasan dan wilayah kepulauan.
“Wilayah rentan rawan pangan juga tersebar di wilayah 3 T (Terdepan, Terluar, Tertinggal),” ungkap Nita.
Nita juga menjelaskan, dalam Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) 2021, di daerah perbatasan terdapat 15 kabupaten/kota berstatus rentan aspek ketersediaan pangan. Hal ini disebabkan karena penurunan luas tanam dan peningkatan luas puso.
“Sedangkan lima kabupaten/kota berstatus rentan pemanfaatan pangan yaitu tingginya balita dengan indikasi berat badan kurang dan sangat kurang,” terangnya.
Menurutnya, dukungan program dan kegiatan ketahanan pangan di daerah perbatasan dengan penguatan ketersediaan dan stabilitas pangan, yakni pengendalian stabilitas pasokan dan harga, pengembangan sistem logistik pangan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah.
Sedangkan dukungan penanganan kerawanan pangan dan gizi adalah pencegahan dan pengentasan daerah rentan rawan pangan, mitigasi dan penanganan kesiapsiagaan krisis pangan.
“Selain itu pencegahan dan kesiapsiagaan kerawanan pangan dan gizi termasuk antisipasi stunting dan bantuan pangan untuk masyarakat berpendapatan rendah dan rawan gizi,” papar Nita.
Dukungan penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan di kawasan perbatasan, lanjut Nita, yakni pengembangan penganekaragaman pangan, promosi dan sosialisasi perubahan perilaku dan konsumsi.
“Selain itu, pengembangan standar dan pengawasan keamanan pangan,” pungkasnya.
Wilayah Rawan Pangan Kategori Berat di antaranya, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Kabupaten Mahakam Hulu, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Sitaro.
Kemudian Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Mimika, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Asmat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Sarmi, dan Kabupaten Biak Numfor.
Wilayah Rawan Pangan Kategori Sedang di antaranya, Kabupaten Aceh Besar, Kota Sabang, Kota Langsa, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kota Batam, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Berau, Kabupaten Malinau,
Kemudian Kabupaten Nunukan, Kabupaten Belu, Kabupaten Alor, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Malaka, Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten ToliToli, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Jayapura. (RIO)