RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — JAKARTA, — Sidang lanjutan Perkara Sengketa Tata Usaha Negara antara Perseroan Terbatas PT. Sarana Maju Cemerlang sebagai Penggugat melalui Kuasa Hukumnya Prof. Dr. Otto Hasibuan,S.H.,M.M. melawan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI sebagai Tergugat I dan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM RI sebagai Tergugat II kembali digelar.
Sidang yang teregister perkara nomor
67/G/2022/PTUN.JKT, berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Jakarta, Jl. Sowo Kecik No. 70 Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur DKI Jakarta, pada selasa, (13/07/2022).
PT. Sarana Maju Cemerlang melalui Kuasa Hukumnya Prof. Dr. Otto Hasibuan menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Universitas Muslim Indonesia, Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H sebagai Ahli dalam persidangan tersebut untuk menerangkan dari aspek yuridis terkait objek sengketa serta implikasi kebijakan pejabat Tata Usaha Negara dalam perkara a quo yang sedang diperiksa itu,
Perkara sengketa Tata Usaha Negara ini muncul sebagai akibat karena PT. Sarana Maju Cemerlang yang bergerak di bidang usaha pertambangan, didalam menjalankan usahanya Perusahaanya telah memperoleh Izin yaitu IUP Eksplorasi, Izin Pencadangan Wilayah, Izin Kelayakan Lingkungan dan IUP Operasi Produksi (IUP OP).
IUP OP milik Perusahaan Penggugat dan telah tercatat di Database Kementerian ESDM dan telah terregistrasi di MODI (Mineral One Data Indonesia) pada Ditjen Minerba ESDM, tetapi Kementerian ESDM dan Ditjen Minerba tetap menolak perpanjangan IUP Perusahaan Penggugat dan menghapus data perizinan Perusahaan Penggugat dari aplikasi MODI. Penghapusan data perizinan Perusahaan Penggugat dari aplikasi MODI tanpa pemberitahuan resmi sebelumnya kepada Penggugat. Dan atas kejadian tersebut Penggugat pun mengirimkan surat kepada Ditjen Minerba untuk mempertanyakan alasan mereka menghapus Perusahaan Penggugat dari aplikasi MODI.
Dan Ditjen Minerba menjawab surat tersebut dengan mengatakan Perusahaan Penggugat dihapus dari aplikasi MODI karena adanya kekurangan dokumen yang belum diserahkan oleh Perusahaan Penggugat kemudian Perusahaan Penggugat melengkapi seluruh Dokumen yang diminta oleh DItjen Minerba, walaupun sebenarnya Perusahaan Penggugat sudah menyerahakan dokumen tersebut pada saat mengajukan permohonan MODI dengan bukti tanda terimanya.
Setelah Perusahaan Penggugat melengkapi dokumen tersebut, data perizinan Perusahaan Penggugat tidak juga dimunculkan kembali di MODI. Yang terjadi adalah permohonan perpanjangan IUP Perusahaan Penggugat ditolak dengan alasan tidak teregister di MODI. Atas kebijakan yang tidak cermat itu, ahirnya Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta,
Dalam persidangan yang terbuka untuk umum tersebut, Ahli Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. berpendapat bahwa atas peristiwa hukum yang demikian itu, maka tentu Tergugat semestinya berpedoman pada ketentuan norma Pasal 5 UU RI No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang secara tegas telah mengatur bahwa “Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan pada : a. asas legalitas; b. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan c. AUPB. kemudian secara imperatif setiap pejabat tata usaha negara dalam membuat keputusan dan/atau tindakan pemerintahan wajib berpijak pada ketentuan norma Pasal 10 ayat (1) yang mengatur bahwa “AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas: a. kepastian hukum; b. kemanfaatan; c. ketidakberpihakan; d. kecermatan; e. tidak menyalahgunakan kewenangan; f. keterbukaan; g. kepentingan umum; dan h. pelayanan yang baik.
ini adalah sesuatu yang sangat esensial didalam penyelenggaraan pemerintahan negara yang demokratis dengan basis prinsip negara hukum, Agar penyelengaraan kebijakan dan pelayanan publik menjadi selaras dengan kaidah-kaidah Administrasi pemerintahan yang telah diatur, sebab hakikatnya Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang, yaitu : a. larangan melampaui Wewenang; b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau c. larangan bertindak sewenang-wenang, kaidah itu semata mata agar masyarakat tidak dirugikan dalam setiap pengambilan kebijakan atau memproduk keputusan dan perbuatan pemerintahan tentunya, tutup Fahri Bachmid. (*)