RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku melakukan pemeriksaan terhadap ketua KPU Kota Tual dan bendahara pengeluaran pada RSUD dr. M. Haulussy, sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi Pembayaran Jasa Medical Check Up Pemilihan Calon Kepala Daerah (Calkada) dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/ Kota dan Provinsi Maluku pada RSUD dr. M. Haulussy tahun 2016 – 2020.
Sumber koran ini di Kantor Kejati Maluku mengungkapkan, ketua KPU Kota Tual massa bakti tahun 2016 sampai dengan 2020 yang diketahui bernama Ibrahim Faqih, ini baru kali pertama diperiksa penyidik lantaran sebelumnya mangkir dari panggilan penyidik pada Selasa, 12 Juli 2022, kemarin.
“Jadwal pemeriksaan untuk ketua KPU Kota Tual harusnya Selasa kemarin, tapi baru hadir hari ini (kemarin) bersamaan dengan bendahara pengeluaran pada RSUD Haulussy untuk menjalani pemeriksaan di Kantor Kejati Maluku,” ungkap sumber itu yang meminta namanya dirahasiakan, Kamis, 14 Juli 2022.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku, Wahyudi Kareba. Sayangnya, ia mengaku tidak mengetahui nama atau inisial saksi-saksi yang diperiksa di tahap penyidikan itu, lantaran tidak diberitahukan oleh penyidik yang memeriksa.
“Betul, ada dua saksi yang diperiksa hari ini, yakni ketua KPU Kota Tual dan bendahara pengeluaran RSUD Haulussy. Namun untuk nama atau inisial mereka, saya tidak tahu. Silahkan teman-teman tanya sendiri ke penyidiknya,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, pemeriksaan yang berlangsung secara terpisah selama tujuh jam, sejak pukul 09.00 sampai dengan 16.00 Wit, kedua saksi tersebut dicecar puluhan pertanyaan oleh penyidik seputar tugas pokok, salah satunya soal nilai anggaran yang diterima saksi sebagai penerimaan honorarium kegiatan dimaksud.
“Kedua saksi ini penerima honorarium, mereka ditanya seputar honorarium yang diterima dari hasil pemeriksaan kesehatan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/ kota dan Provinsi Maluku tahun 2016 – 2020,” jelas Wahyudi.
“Dimana, honorarium adalah imbalan yang diberikan baik kepada PNS maupun non PNS yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan, pemerintahan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, lanjut Wahyudi, penyidik juga melakukan pemeriksan terhadap empat orang saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan makan dan minum bagi tenaga kesehatan (Nakes) yang menangani pasien Covid-19 pada RSUD setempat tahun 2020.
“Empat saksi itu juga penerima honorarium yang terdiri dari satu orang pemilik toko, dua orang pemilik rumah makan dan satu orang lainnya lagi Kabid Keuangan RSUD Haulussy. Mereka juga dicecar penyidik seputar tugas pokok masing-masing saksi,” tuturnya.
Dia menjelaskan, pemeriksan terhadap dua orang saksi dalam perkara medical check up dan empat orang saksi dalam perkara pengadaan makan dan minum (penyidikan terpisah) ini untuk pengumpulan bukti yang dengan bukti itu akan membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi, sekaligus menemukan tersangkanya.
“Jadi, 18 saksi ini semuanya selaku penerima honorarium dalam kegiatan dimaksud. Dan mereka ditanya penyidik seputar tugas pokok masing-masing, salah satunya soal nilai anggaran yang diterima masing-masing saksi sebagai penerimaan honorarium kegiatan, apakah telah sesuai yang ditetapkan atau tidak,” jelas Wahyudi.
Dikatakan Wahyudi, pagu anggaran untuk pengadaan makan dan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 maupun untuk pembayaran jasa medical check up pemilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/ kota dan Provinsi Maluku tahun 2016 – 2020, masing-masing sekitar Rp 2 miliar.
“Dari total pagu anggaran untuk dua perkara dengan penyidikan terpisah ini, nilai kerugian keuangan negaranya masih sementara dihitung oleh penyidik. Dan penyidik sudah berkoordinasi dengan Tim Auditor Inspektorat Provinsi Maluku untuk menghitung total kerugian negaranya,” pungkasnya. (RIO)