RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Para kepala sekolah baik di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Ambon diminta untuk tidak memungut biaya pendaftaran dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2022-2023.
Wakil Ketua komisi II DPRD Kota Ambon, Johan Van Capelle mengaku telah melakukan rapat evaluasi bersama para kepala sekolah di Kota Ambon terkait kesiapan penerimaan siswa baru.
Dalam rapat itu, komisinya meminta agara biaya pendaftaran ditiadakan dalam proses perekrutan siswa baru di sekolah sebagai upaya mendorong revolusi mental pada tiap-tiap satuan pendidikan di Kota Ambon.
“Jadi dalam rapat itu kita memutuskan proses penerimaan tidak ada pemungutan biaya. Revolusi mental itu kita tekankan buat kepala sekolah,” kata Johan, Rabu 22 Juni 2022.
Selain itu, komisi II juga merespon terjadi over kapasitas antara jumlah penanggulangan dengan kuota yang ditentukan. Ada juga laporan dari para kepala sekolah, bahwa PGRI yang menjadi aset Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon telah digunakan oleh Pemerintah Provinsi.
“Komisi berinisiatif untuk mengundang Dinas Pendidikan (Disdik) Ambon dan juga kepala aset untuk meminta penjelasan lebih lanjut,” terangnya.
Masalah lain yang turut dibahas dalam rapat tersebut, lanjut dia, terkait dengan banyaknya jumlah guru di Kota Ambon yang mulai memasuki masa pensiun. Pasalnya, ketika mereka pensiun, tentu akan berpengaruh terhadap kurangnya tenaga pengajar.
Komisi akan mengundang Kepala Dinas Pendidikan dan juga Kepala Badan Kepegawaian Kota Ambon untuk menyampaikan data jumlah pegawai dalam hal ini guru yang akan segera pensiun.
“Kita harus membahas tentang kepentingan kuota para guru. Kita belum tahu berapa jumlah guru yang akan pensiun. Nanti kita undang dinas pendidikan dan BKD untuk tanyakan itu,” jelas Johan.
Politisi Perindo itu mengaku, harus ada solusi untuk mengatasi persoalan kekurangan guru itu. Sebab, jika banyak yang pensiun, tentu akan mempengaruhi kebutuhan sekolah berkaitan dengan minimnya tenaga pengajar.
“Kita ingin agar ada pemerataan jumlah guru di setiap sekolah. Artinya harus diupayakan agar kuota guru pada masing-masing sekolah itu sesuai dengan kebutuhan,” tandasnya.
Sementara itu, Akademisi Pendidikan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Dr. Samuel Petra Ritiauw mengatakan, pendidikan merupakan hak asasi setiap manusia. Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan itu tanpa ada pembatasan, baik dalam akses mereka memperoleh pendidikan maupun tingkat pendidikan yang akan mereka ikuti.
“Negara wajib membiayai pendidikan bagi semua warga negara dengan gratis. Apalagi bagi yang SD hingga SMP, itu wajib belajar sembilan Tahun dan menjadi tanggungjawab negara. Jadi kalau biaya pendaftaran itu ditiadakan, saya selaku akademisi sangat setuju,” kata Samual Petra.
Menurutnya, hal itu juga diamanatkan dalam pasal 31 UUD 1945 amandemen mengatakan, bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Berdasarkan pasal 31 ini, negara memiliki dua kewajiban, yaitu menyelenggarakan pendidikan bagi setiap warga negara, dan membiayai pendidikan bagi warga negara. Menyelenggarakan pendidikan merupakan salah satu pelayanan negara kepada wargannya yang bertujuan untuk mencerdaskan mereka.
Karena pendidikan merupakan hak asasi, maka tidak diperbolehkan adanya pembatasan kepada setiap warga negara untuk mendapatkannya. “Tidak ada diskriminasi apakah warga itu tinggal di kota atau di pedalaman, apakah mereka orang miskin atau orang mampu, negara wajib menyediakan layanan pendidikan ini,” jelas dia.
Pendidikan merupakan hal penting yang harus diperhatikan negara. Pendidikan merupakan cara formal yang dilakukan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga akan dihasilkan sumber daya manusia yang memiliki daya saing.
Dia mengakui, bahwa masih banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anak namun merasa berat dengan biaya pendaftaran masuk ke satuan pendidikan. Alhasil, banyak anak yang tidak bisa mendapatkan hak pelayanan pendidikan di sekolah, dan juga tidak bisa lanjut ke jenjang berikutnya.
“Itu justru bagu, kalau itu diberlakukan, maka secara tidak langsung pemerintah telah membuka ruang bagi orang tua yang kurang mampu untuk memasukkan anaknya ke sekolah. Saya mendukung kalau DPRD mendorong itu, asal jangan hanya sebatas wacana saja,” tandasnya. (SAH)