RAKYATMALUKU.FAJAR.NET — AMBON, — Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku kembali melakukan pemeriksaan terhadap tujuh saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pada KPUD SBB yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2016-2017, bertempat di Kantor Kejati Maluku, 14 Juni 2022.
“Tujuh saksi yang diperiksa itu terdiri dari ketua dan bendahara Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada Pilkada Serentak tahun 2017 di Kabupaten SBB,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, kepada koran ini di kantornya.
Dia menjelaskan, dalam pemeriksan yang berlangsung secara terpisah selama tujuh jam, sejak pukul 09.00 sampai dengan 16.00 Wit, ketujuh saksi dicecar puluhan pertanyaan seputar tugas pokok masing-masing saksi.
“Saksi-saksi yang diperiksa tentunya ditanya seputar yang mereka ketahui saja tentang dana hibah dari APBD kepada KPUD SBB, serta seperti apa realisasi anggarannya,” jelas Wahyudi.
Selain ketujuh saksi tersebut, kata Wahyudi, penyidik juga masih mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lainnya, di antaranya, ketua, sekretaris, bendahara dan serta para staf KPUD SBB.
“Senin kemarin ada tujuh saksi, hari ini (kemarin) juga tujuh saksi, total semua baru 14 saksi yang diperiksa, terdiri dari ketua dan bendahara PPK. Kedepannya masih diagendakan pemeriksan untuk pimpinan dan para staf KPUD SBB,” terangnya.
Dikatakan Wahyudi, dalam mengusut kasus ini pihaknya telah menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, sehingga penanganan kasusnya ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan.
“Nah, di tahap penyidikan ini penyidik akan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu akan membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi, serta untuk menemukan tersangkanya,” ungkapnya.
Informasi yang berhasil dihimpun media ini, bahwa pada tahun 2016 KPUD SBB mengajukan permohonan anggaran Pilkada Serentak tahun 2017 di Provinsi Maluku kepada Pemerintah Daerah Kabupaten SBB sebesar Rp 26,9 miliar.
Namun yang disetujui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten SBB hanya sebesar Rp 20 miliar, yang ditandai dengan penandatangan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Diduga kuat, telah terjadi penyalahgunaan pengelolaan anggaran dana hibah tersebut, sehingga menimbulkan adanya kerugian keuangan negara hingga miliaran rupiah. (RIO)