RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON — Tim Pengungsi Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Yayasan Pola Kebersamaan Kasta Manusia (YPKKM), mengimbau kepada seluruh masyarakat Maluku agar tidak mudah tertipu dengan janji-janji manis dari Lembaga Bantuan Hukum Kepulauan Buton (LBH-KEPTON).
Pasalnya, janji LBH KEPTON bahwa penyaluran dana ganti rugi kepada pengungsi korban kerusuhan tahun 1999 di Maluku senilai Rp 3,9 triliun dalam waktu dekat, adalah kebohongan besar yang tidak mendasar, karena pembentukan Tim Panel dari Kementerian Sosial belum terbentuk.
“Apalagi LBH KEPTON tidak punya andil dalam memperjuangkan hak-hak pengungsi di pengadilan sejak awal. Jadi, dalam kapasitas apa LBH KEPTON berjanji dana pengungsi segara cair. Sementara Tim Panel saja belum terbentuk. Jangan bicara omong kosong,” tegas Ketua YPKKM, Anggada Lamani, kepada koran ini di Ambon, Minggu, 22 Mei 2022.
Menurutnya, semua pengurusan gugatan perkara Class Action ditangani langsung oleh personil YPKKM mulai dari membuat dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, membuat kontra memori banding, kontra memori kasasi dan kontra Memori Peninjauan Kembali (PK) di MA RI.
“Dan dari LBH KEPTON yang mengaku-mengaku ikut memperjuangkan hak dana pengungsi, adalah orang-orang yang telah dipecat dari YPKKM, di antaranya Hibani, Malia (Almarhumah) dan Aruf Lamina (Almarhum). Sehingga, mereka bersama LBH KEPTON tidak ada urusannya dalam perkara yang ditangani YPKKM ini,” beber Lamani.
Dia juga mengungkapkan bahwa sangat tidak mungkin LBH KEPTON dimasukkan ke dalam tim teknis atau tim panel, karena sejak awal YPKKM telah memasukan surat disertai bukti-bukti kepada Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden RI, Menteri Sosial dan menteri-menteri terkait dalam urusan ini, juga kepada Gubernur Maluku, Gubernur Maluku Utara dan Gubernur Sulawesi Tenggara.
Dia berharap kepada pihak kepolisian agar dapat segera mencegah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Hibani dan kuasa hukumnya dari LBH KEPTON, yang saat ini terus melakukan perekrutan terhadap warga masyarakat untuk mendapatkan bantuan dana ganti rugi pengungsi korban kerusuhan tahun 1999 di Maluku, sebagaimana telah diputuskan oleh pengadilan (inkrach).
“Semua nama-nama atau data para pengungsi korban kerusuhan tersebut telah terdaftar di YPKKM dan telah diputuskan dalam persidangan untuk berhak menerima bantuan dana ganti rugi. Sehingga, tidak boleh ada lagi pendataan baru. Karena dikhawatirkan dapat berakibat kisruh dikemudian hari, sehingga harus segera dicegah sejak dini,” harapnya.
Dia juga meminta kepada masyarakat yang merasa telah dipungut biaya oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, dengan iming-iming akan didaftarkan sebagai pengungsi korban kerusuhan, untuk segara melaporkan kepada pihak yang berwajib. Sebab, pihak YPKKM tidak pernah melakukan pungutan dari masyarakat yang berhak menerima dana ganti rugi tersebut.
“Saya sudah terima banyak informasi bahwa ada pihak-pihak yang memungut biaya dari masyarakat. Saya ingin tegaskan bahwa jangan mau dibohongi, karena gugatan perkara Class Action telah selesai dan berkekuatan hukum tetap. Laporkan saja mereka ke polisi agar tidak banyak korban penipuan,” tandas Lamani.
“Tujuannya agar kita semua dapat mengetahui bersama kedudukan persoalan ini dari awal hingga selesai. Sehingga, Hibani dan kuasa hukumnya dari LBH KEPTON tidak tidak semena-mena mengakui atas nama perwakilan kelompok yang memperjuangkan hak orang banyak (pengungsi) di persidangan,” tambahnya.
Sementara itu, perwakilan dari LBH KEPTON, Mansyur, Taher Wagola, dan Ocha, yang coba dikonfirmasi koran ini via sambungan telepon maupun pesan singkat WhatsApp (WA), tidak merespon hingga berita ini diterbitkan. (RIO)