RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON — Polda Maluku dinilai lambat menangani perkara dugaan penipuan yang dilaporkan Max D Malawau/ de Costa. Pasalnya, sampai saat ini perkara tersebut tak kunjung selesai. Padahal, dilaporkan pada Novemebr 2021 lalu. Sejumlah saksi sudah diperiksa, tapi belum juga ada upaya gelar perkara.
“Saya melihat Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) lambat. Kalau mau dilihat kasus ini tidak berat, bukan seperti korupsi yang penanganannya memakan waktu,” kata Wakil Ketua I Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Maluku Gafar Bahta, kepada Rakyat Maluku, Kamis, 19 Mei 2022.
Dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana, itu sangat jelas. Ada batas waktu untuk menyelesaikan persoalan pidana.
“Jadi sampai tahap penyidikan itu diatur. Jika perkara sangat sulit, itu 120 hari, 90 hari perkara sulit, 60 hari perkara sedang, dan 30 hari perkara mudah. Tapi hingga enam bulan berjalan, saya lihat belum ada progres,” ujarnya.
Dia berharap agar ada kepastian hukum mengenai laporan warga, siapapun dia. Sehingga masyarakat juga bisa merasa dilindungi oleh kepolisian.
“Kita tahu banyak kasus yang ditangani Krimum, tapi kalau sampai enam bulan kasus belum tuntas, perlu dipertanyakan,” tandasnya.
Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Andri Iskandar, yang dikonfirmasoi perihal penanganan kasus ini mengatakan bahwa pihaknya masih menyelidiki perkara yang dilaporkan Max Malawau.
“Masih kami lidik. Ada saksi-saksi yang harus diperiksa lagi,” kata Kombes Andi melalui pesan WhatsApp, kemarin.
Diisinggung soal lambatnya penanganan kasus ini, Andi menegaskan kalau pihaknya serius, tidak main-main dalam perkara-perkara pidana.
“Sejauh ini lima ornag sudah kami periksa. Kita akan tambah lagi saksi-saksi sebelum gelar perkara,” ujarnya.
Untuk diketahui, Max D Malawau, melaporkan Marwan ke Polda Maluku atas dugaan penipuan atau wanprestasi terhadap transaksi jual beli lahan seluas 3 hektare di Batu Koneng, Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, dengan memberikan Cek Kosong senilai Rp 600 juta.
Kasus ini berawal pada tahun 2017 lalu. Kala itu, Marwan menghubungi Max D Malawau, dengan maksud ingin membeli tanah milik ahli waris Markus Fredrik de Costa seluas tiga hektare di kawasan Batu Koneng.
Kedua belah pihak sepakat harga jual beli tanah tersebut senilai Rp 1,4 miliar.
Seiring berjalan waktu, terdapat beberapa kali pengeluaran anggaran oleh Marwan. Salah satu di antaranya mentransfer uang kepada beberapa orang ahli waris Markus Fredrik de Costa yang berdomisili di luar Maluku atas permintaan ahli waris melalui Max, yang kemudian Marwan mengaku sudah menghabiskan sekitar Rp 800 juta.
Namun, di Max D Malawau/de Costa, Marwan hanya memberikan Cek yang ternyata kosong. Ini terungkap ketika Max hendak mengambil uang di Bank Mandiri, Jalan Pattimura pada November 2021. (AAN)