RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI terus bergerak mencari bukti-bukti dugaan gratifikasi yang melibatkan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy (RL). Setelah menyambangi rumah politisi Partai Golkar, kini lembaga tersebut menggeledah kediaman Wakil Walikota Ambon, Syarif Hadler, Kamis 19 Januari 2022. Bahkan, di rumah politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, KPK menyita sejumlah dokumen penting.
Pantaun Rakyat Maluku, rombongan KPK melakukan penggeledahan di kediaman Wawali mulai pukul 14.40 WIT dan baru berakhir sekira pukul 16.30 WIT. Hasil penggeledahan dua jam tersebut, KPK membawa keluar satu koper dan satu kardus dokumen penting. Koper dan kardus itu kemudian dimasukan ke mobil dengan nomor polisi DE 1302 AI.
Menariknya, saat tim KPK hendak meninggalkan kediamannya, Wawali sempat menemui mereka dan menyampaikan terimakasih kepada tim KPK. Hanya saja, ketika dikonfirmasi sejumlah wartawan, Syarif Hadler menolak memberikan komentar terkait penggeledahan tersebut.
“Untuk saat ini belum. No Comment ya,” ucap Wawali kepada wartawan.
Sekadar diketahui, sebelum mendatangi kediaman Wawali, KPK terlebih dahulu menggeledah Kantor Dinas Kesehatan Kota Ambon dan mengangkut 4 koper berukuran besar berisi berkas. Berkas-berkas yang disita masih terkait penyidikan dugaan gratifikasi yang tengah diusut lembaga itu.
Dalam dugaan gratifikasi pemberian izin prinsip pembangunan gerai Alfamidi,
selain Richard Louhenapessy, KPK telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni staf tata usaha pada Pemkot Ambon, Andrew Erin Hehanusa (AEH) dan Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi (AM) Kota Ambon.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Walikota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan. Salah satunya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.
Untuk itu, diurai KPK, tersangka Amri selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Walikota dan Andrew sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)