RAKYATMALUKU.COM.FAJAR.CO.ID — AMBON — Tim Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan secara tertutup di Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Selasa 17 Mei 2022.
Pengeledahan berlangsung selama 13 jam dan KPK menyita sejumlah berkas dan dokumen. Penggeladaan dimulai dari pukul 09:00 hingga pukul 21:46 wit.
Hal ini terlihat saat usai geledah tim KPK turun dan memasukan sebanyak 5 koper berkas ke dalam mobil. Tiga koper besar dua koper kecil dan satu tas jinjing berwarna coklat.
Pantauan Rakyat Maluku, sebanyak 15 anggota KPK melakukan penggeledahan yang di bagi menjadi dua tim.
Yang mana, tim yang pertama memasuki kantor Balai kota Ambon, sekitar pukul 09:00 wit, dan tim yang kedua sekitar pukul 11:00.
Nampak dua anggota Brimob Polri sedang berdiri menjaga dengan ketat di area depan pintu masuk Balai Kota Ambon. Dua anggota lainnya menjaga di lantai dua Pemkot Ambon.
Terlihat juga tiga mobil dari KPK sementara parkir di depan Kantor Balai Kota sejak pagi hari, dengan plat nomor polisi DE 1666 AI, DE 1047 AS, DE 1302 AI. Kemudian ada penambahan lima mobil lainnya sekitar pukul 11:00 Wit.
Dalam penggeledahan tersebut, tim dibagi. Penggeledaan dilakukan di ruangan Walikota Ambon, Dinas Pelayanan Satu Pintu (PTSP), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan Bapekot, serta ruang kerja Dinas Pariwisata, dan Dinas Penanaman Modal.
Tim KPK langsung melakukan penyegelang terhadap kantor Dinas Penanaman Modal dengan menempel kertas dengan tulisan “Disegel”.
Selama pemeriksaan aktivitas kantor berjalan dengan seperti biasanya.
Diketahui, KPK melakukan penggeledaan atas dugaan kasus atas menahan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) setelah diumumkan sebagai tersangka dugaan suap dan penerimaan gratifikasi.
KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni staf tata usaha pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) dan Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi (AM) Kota Ambon.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 melakukan penyalahgunaan kewenangan.
Salah satunya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.
Atas perbuatannya, tersangka Amri selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan tersangka Richard dan Andrew sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (MON)