RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID, AMBON, — Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku resmi menyerahkan memory banding perkara dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada SMKN 1 Kota Ambon tahun anggaran 2015-2018, atas terdakwa Steven Latuihamallo selaku kepala sekolah, ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Kamis, 12 Mei 2022.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, mengatakan, upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Ambon itu lantaran JPU tidak puas dengan putusan Pengadilan Tipikor Ambon dalam menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Steven Latuihamallo.
“Ia benar, tim JPU yang dikoordinir oleh Kasi Penuntutan, Achmad Attamimi, pagi tadi sekitar pukul 09.00 Wit, telah menyerahkan memori banding ke pengadilan,” akui Wahyudi, kepada koran ini di ruang kerjanya, Kamis, 12 Mei 2022.
Dia berharap, dalam putusan banding nanti, majelis hakim dapat mengabulkan seluruh tuntutan JPU yang meminta agar terdakwa dapat dihukum pidana penjara selama empat tahun enam bulan (4,6 tahun), denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp.2,25 miliar subsider dua tahun penjara.
“Sebab dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon yang dipimpin Jenny Tulak, terdakwa hanya dihukum empat tahun, denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 2,25 miliar subsider dua tahun penjara,” jelas Wahyudi.
“Perbuatan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tambahnya.
JPU dalam dakwaannya mengungkapkan, terdakwa dalam membuat kebijakan pembuatan rincian pakaian seragam dan biaya masuk sekolah dibuat sendiri tanpa melibatkan dan persetujuan dewan guru, tata usaha hingga komite sekolah.
Setelah pertemuan antar orang tua dan pihak sekolah, barulah mendapat persetujuan dengan membuat berita acaranya.
Terdakwa kemudian membuat sendiri rincian biaya pakaian seragam dan biaya masuk sekolah yang dibayarkan siswa yang diterima pada SMK N 1 Ambon tanpa melibatkan dan persetujuan dewan guru, tata usaha hingga komite sekolah.
Biaya-biaya tersebut lantas diberikan siswa maupun orang tua langsung kepada terdakwa dan disimpan pada filling cabinet yang berada di ruang kepsek.
Rincian biaya seragam dan biaya masuk yang dibayarkan siswa telah dinyatakan terima pada SMK N 1 Ambon setiap tahunnya bervariasi mulai dari Rp 900 ribu hingga Rp 2 juta.
Selain itu, beberapa biaya lainnya dibuat tak sepengetahuan dewan guru.
Yakni dana Biaya seragam dan biaya masuk di dalamnya terdapat biaya sumbangan pendidikan, biaya tes Bahasa inggris, psikologi, biaya tabungan siswa dan biaya sumbangan khusus pengembangan sekolah.
Terkait biaya seragam dan biaya masuk di dalamnya terdapat biaya sumbangan pendidikan, biaya tes bahasa inggris, psikologi, biaya tabungan siswa dan biaya sumbangan khusus pengembangan sekolah yang tidak pernah diketahui oleh dewan guru, tata usaha dan komite sekolah.
Bahkan terhadap dana tersebut tidak pernah dibahas untuk dimasukan dalam Rencana Kegiatan dan anggaran sekolah namun dikelolah oleh terdakwa Sepihak selaku Kepsek
Tahun 2015 -2020, biaya sumbangan pendidikan yang dibayar oleh seluruh siswa dari kelas X sampai Xll yang berjumlah 4.619 siswa itu sekitar Rp.6.006.000.000.
Namun yang membayar lunas hanya 3.610 orang atau sebesar Rp.4.679.400.000 ditambah penerimaan sumbangan pendidikan tidak Lunas membayar sebesar Rp 47.270.000.
Sehingga jumlah total sumbangan pendidikan tahun 2015-2020 sebesar Rp 4.726.670.000.
Dana sumbangan pendidikan tersebut kemudian digunakan untuk membayar honor dan tunjangan sesuai laporan pertanggungjawaban sumbangan pendidikan tahun 2015-2021 sebesar Rp 4.082.795.675.
Namun, sisa dana Sebesar Rp. 643.874.325 tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Dana sumbangan khusus pengembangan yang bersumber dari Sumbangan Calon Siswa baru SMKN 1 Ambon tahun 2015-2020 yang telah disepakati orang tua murid pada saat rapat pertemuan orang tua terkait besaran sumbangan khusus pembangunan.
Total 1.684 siswa dengan total dana sebesar Rp 776.500.500, dan sumbangan khusus pengembangan telah digunakan untuk pertukaran siswa dan guru sebesar Rp 133.100.100 sehingga sisanya sebesar Rp 643.400.000 tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Akibatnya, berdasarkan hasil audit kerugian negara mengalami kerugian keuangan negara mencapai Rp 2,2 miliar. (RIO)