Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Undang Mugopal, telah membeberkan bahwa pihaknya telah menemukan perbuatan melawan hukum dari hasil penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan RSUD Kota Tual tahun anggaran 2016 senilai Rp 4,8 miliar.
Sayangnya, lembaga penegak hukum anti korupsi itu belum juga meningkatkan penanganan kasusnya ke tahap penyidikan disertai dengan penetapan tersangka terhadap pihak-pihak yang patut diduga bertanggungjawab dalam pengadaan lahan untuk pembangunan RSUD tersebut.
Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum, Jhon Michaele Berhitu, S.H.,M.H.,CLA.,C.Me, mendesak Kejati Maluku untuk segera mengungkap pihak-pihak yang patut diduga bertanggungjawab dan ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi dalam penyelidikan kasusnya telah ditemukan perbuatan melawan hukumnya.
“Kalau memang bapak Kejati Maluku sudah mengatakan ada perbuatan melawan hukum dalam kasus lahan RSUD Kota Tual, kenapa kasusnya jalan ditempat. Paling tidak saat ini kasusnya sudah ada di tahap penyidikan. Bahkan sudah harus ada tersangkanya, tutur Jhon, kepada koran ini via selulernya, Selasa, 10 Mei 2022.
Dia juga mengingatkan kepada aparat penegak hukum di Kejati Maluku, agar dapat bekerja secara cepat dan profesional dalam menuntaskan suatu kasus yang ditangani. Sebab, tanpa disadari kinerja Kejaksaan di daerah terus dipantau oleh masyarakat.
“Masyarakat juga diam-diam ikut mengawasi kinerja jaksa dalam menangani berbagai kasus di daerah. Jadi, jika kinerja Kejati Maluku dinilai lambat tuntaskan suatu kasus, maka hal itu akan menjadi catatan buruk di mata masyarakat. Akibatnya, mereka akan turun ke jalan untuk berunjuk rasa meminta keadilan penegakkan hukum,” tandas advokat muda itu.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, yang dikonfirmasi koran ini menjelaskan, meski telah ditemukan perbuatan melawan hukumnya, namun penyelidik masih menunggu hasil hitungan dari appraisal untuk menentukan ada tidaknya kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari proses jual beli lahan untuk pembangunan gedung RSUD Kota Tual tahun anggaran 2016 tersebut.
“Nanti coba saya tanyakan perkembangan kasusnya di penyidik yang menangani kasus tersebut. Namun informasi terakhir itu bahwa penyelidik sementara meminta pihak appraisal untuk menghitung kembali harga tanah tersebut. Jadi sabar saja, tim masih terus bekerja dan kasusnya pasti akan dituntaskan secepatnya,” jelas Wahyudi.
Sebelumnya, Kajati Maluku, Undang Mugopal, mengungkapkan bahwa salah satu perbuatan melawan hukumnya yakni pembayaran lahan seluas tiga hektare atas delapan sertifikat oleh Pemerintah Daerah Kota Tual melalui Tim Panitia IX Pengadaan Lahan, hanya dilaporkan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan tanpa memakai hitungan appraisal/ tim penilai.
“Bayar uang tanah tanpa memakai appraisal itu kan sudah salah. Apalagi yang dibayar itu delapan sertifikat tanah. Ada sertifikat di depan dan ada sertifikat di belakang. Kalau di depan tentu harganya lebih mahal, dan di belakang lebih murah. Nah, yang bisa menentukan harga tanah itu appraisal,” ungkap Undang, kepada wartawan di kantornya, Rabu, 16 Maret 2022.
Menurutnya, jika hasil hitungan appraisal sama dengan NJOP terhadap harga tanah di lokasi tersebut, maka tidak masalah. Namun jika hasil hitungan appraisal dibawah NJOP, maka selisih itulah yang akan menjadi temuan kerugian keuangan negaranya.
“Jadi, tanah itu dibayar sesuai NJOP, seharusnya berdasarkan hasil appraisal. Kalau hasil appraisal dengan NJOP sama, tidak ada masalah. Tapi kalau appraisal hitung dibawah NJOP, namun dibayar sesuai NJOP, nah itu keliru,” pungkas Undang. (RIO)