RAKYATMALUKU.COM, AMBON, — Eks simpatisan Front Kedaulatan Maluku (FKM) Republik Maluku Selatan (RMS) LT, di Kecamatan Saparua Timur, Kabupaten Maluku Tengah, menyerahkan dua bendera FKM RMS kepada Tim Pers Polda Maluku di rumah raja, Negeri Ouw, Sabtu, 9 April 2022.
Dua bendera benang raja ini diserahkan LT kepada Tim Pers Polda Maluku setelah mengikuti kegiatan “Sosialisasi Meningkatkan Rasa Nasionalisme Cinta Tanah Air Demi, Demi Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa’, yang digelar di Kantor Camat, Saparua Timur, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, di hari yang sama.
Awalnya, LT masih ragu untuk menyerahkan dua bendera yang disimpan di rumahnya itu. Namun, setelah menerima materi pada sosialisasi tersebut, dan mendapatkan pembinaan dari Tim Pers Polda Maluku, LT akhirnya menyadari kesalahannya selama ini, karena sudah terlibat bersama FKM-RMS, yang entah di mana rimbanya.
Dari dialog bersama Tim Pers Polda Maluku dengan LT di kediaman Raja Negeri Ouw, Welem Pelupessy, akhirnya LT luluh dan kembali ke rumahnya, untuk mengambil dua bendera yang sudah disimpannya sejak tahun 2019 lalu.
Sesuai laporan yang dihimpun rakyatmaluku.com, LT menyadari betapa pentingnya meninggalkan seluruh pernak-pernik yang berkaitan dengan gerakan separatis FKM-RMS, yang selama ini telah membuat hidupnya tidak nyaman. Hal ini diketahuinya secara detil, setelah mengikuti kegiatan Sosialisasi, yang digelar oleh Kantor Kecamatan setempat, serta mendapatkan bimbingan dari Tim Pers Polda Maluku. Ia sempat menceritakan masa lalunya, ketika masih bersama kelompok yang mengaku diri FKM-RMS.
Ia menjelaskan, selama ini mereka kurang bersentuhan dengan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan jiwa nasionalisme. Akibatnya, doktrin gerakan separatis dari FKM-RMS mudah merasuki mereka. Setelah menjadi simpatisan FKM-RMS, bukan kesenangan yang didapatkan, tapi malah penderitaan. Kehidupan sosialnya bersama masyarakat serasa dikucilkan.
Sebagai mantan simpatisan FKM-RMS, ia menyadari sungguh, bahwa gerakan separatis apapun namanya, termasuk FKM-RMS, hanya dapat membawa kesengsaraan kepada mereka. Atas dasar itu, LT telah mengokohkan niat dan sikapnya, untuk meninggalkan gerakan separatis tersebut, selamanya. Hal ini dilakukannya, selain untuk dapat menjamin kehidupan anak cucunya di masa mendatang, juga sebagai wujud kecintaannya kepada bangsa dan negara.
Terkait bendera benang raja itu, LT mengakui dijahit sendiri. Awalnya, LT bukan simpatisan FKM-RMS. Ia kemudian disuruh menjahit bendera tersebut oleh salah satu pendukung FKM-RMS, yang telah wafat. Di mana, setiap bendera dihargai Rp150 ribu. Ia disuruh menjahit sebanyak tujuh bendera. Dikiranya, setelah menjahit bendera tersebut, ia langsung terima pesangan dan ditinggalkan. Tapi, ia malah disuruh menyimpan dan sekaligus menjadi pendukung FKM-RMS. Merasa hidupnya yang terbatas serta akibat himpitan ekonomi, LT akhirnya terjerumus dengan rayuan rekannya itu. Alhasil, ia kemudian dicap sebagai simpatisan FKM-RMS, yang disadarinya hingga kini.
Merasa telah dibohongi dengan keberadaan FKM-RMS, LT kemudian memutuskan untuk meninggalkan gerakan separatis tersebut untuk selamanya, termasuk membuka diri kepada Tim Pers Polda Maluku, terkait keberadaan dua bendera yang secara resmi telah diserahkan tersebut. Di akhir pertemuan itu, LT mengajak seluruh warga agar tidak mudah terprovokasi dengan rayuan dan bujukan kelompok separatis tersebut. Serta, untuk mereka yang masih tergabung, ia mengajak mereka untuk segera meninggalkan gerakan serapatis FKM-RMS. (WHL)