RAKYATMALUKU.COM — AMBON, — Bendahara Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) tahun 2014, sepertinya bakal ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada KPUD setempat terkait penyelenggaraan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014 senilai Rp 9 miliar.
Pasalnya, dari sekian banyak saksi-saksi yang dipanggil penyidik untuk diperiksa di tahap penyidikan, hanya saksi bendahara KPUD Kabupaten SBB tahun 2014 yang sudah tiga kali hadir di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku untuk menjalani pemeriksaan.
“Biasanya, saksi-saksi yang dipanggil untuk diperiksa secara berulang kali oleh penyidik, maka kedepannya saksi tersebut akan ditetapkan sebagai tersangka. Seperti bendahara KPUD SBB ini,” cetus sumber koran ini di Kantor Kejati Maluku, yang meminta namanya dirahasiakan, Rabu, 6 April 2022.
Menurutnya, dalam penanganan kasus korupsi, jarang ditemukan ada ditetapkan tersangka tunggal. Sebab, perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi itu seringkali dilakukan secara bersama-sama antara pimpinan dan bawahan, antara pimpinan dengan pihak ketiga.
“Lihat saja bunyi pasal 2 dan 3 UU Tipikor, memperkaya atau menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dan dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara,” ungkap sumber itu.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, mengakui penyidik sementara melakukan pemeriksaan terhadap bendahara KPUD Kabupaten SBB tahun 2014 dan bendahara Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kairatu Barat, Rabu, 6 April 2022.
“Benar, pemeriksaan saksi terhadap bendahara KPUD SBB hari ini (kemarin) adalah pemeriksaan untuk yang ketiga kalinya dilakukan di tahap penyidikan. Sedangkan untuk bendahara PPK Kairatu Barat, baru pemeriksaan perdana,” kata Wahyudi, kepada koran ini di ruang kerjanya.
Dijelaskan, dalam pemeriksaan yang berlangsung secara terpisah selama empat jam, sejak pukul 10.00 sampai dengan 14.00 Wit, kedua saksi tersebut dicecar puluhan pertanyaan oleh penyidik mengenai tugas pokok masing-masing, termasuk soal laporan realisasi anggaran untuk penyelenggaraan Pileg dan Pilpres tahun 2014.
“Mohon maaf, materi pemeriksaannya tidak dapat kami sampaikan demi kepentingan penyidikan, namun yang pasti para saksi masih ditanya penyidik seputar tugas pokok masing-masing saksi,” jelas Wahyudi.
Dikatakan Wahyudi, para saksi yang dipanggil penyidik untuk diperiksa secara berulang kali, merupakan hal yang biasa dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi, dan untuk menemukan tersangkanya.
“Tidak bisa disimpulkan bahwa saksi-saksi yang diperiksa berkali-kali itu akan ditetapkan sebagai tersangka. Bisa saja penyidik sering memanggil bendahara KPUD itu untuk meminta data-data guna dicocokkan dengan keterangan saksi-saksi lainnya,” tepisnya.
Wahyudi mengungkapkan, total anggaran yang diterima KPUD Kabupaten SBB untuk penyelenggaraan Pileg dan Pilpres tahun 2014 senilai Rp 13,6 miliar bersumber dari APBN. Dari jumlah ini, sebanyak 10,7 miliar telah dipergunakan, termasuk didalamnya diperuntukan bagi 11 PPK.
Di antaranya, Kecamatan Kairatu, Kecamatan Kairatu Barat, Kecamatan Seram Barat, Kecamatan Taniwel, Kecamatan Taniwel Timur, Kecamatan Huamual, Kecamatan Huamual Belakang, Kecamatan Amalatu, Kecamatan Inamosol, Kecamatan Kepulauan Manipa, dan Kecamatan Elpaputih.
Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, lanjut Wahyudi, tim penyidik Kejati Maluku menemukan anggaran yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh KPUD setempat sebesar Rp 9 miliar. Kasusnya kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Modus korupsinya masih digali oleh penyelidik, apakah Rp 9 miliar ini terpakai untuk kepentingan pribadi atau seperti apa. Tunggu saja kelanjutan proses penanganan perkaranya di tahap penyidikan,” ungkapnya.