RAKYATMALUKU.COM — AMBON, — Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku melakukan pemeriksaan terhadap enam saksi dalam kasus dugaan korupsi pada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) terkait penyelenggaraan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, mengatakan, enam saksi tersebut di antaranya sekretaris dan bendahara Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Huamual, sekretaris dan bendahara PPK Huamual Belakang, serta sekretaris dan bendahara PPK Kairatu.
“Saya sudah konfirmasi nama lengkap atau inisial enam saksi yang diperiksa itu, namun penyidik hanya memberitahukan kapasitas saksi saja, yakni sebagai sekretaris dan bendahara PPK,” kata Wahyudi saat dikonfirmasi koran ini via selulernya, Selasa, 5 April 2022.
Dia menjelaskan, pemeriksaan yang berlangsung secara terpisah selama empat jam, sejak pukul 10.00 sampai dengan 14.00 Wit itu, keenam saksi dicecar puluhan pertanyaan oleh Jaksa Penyidik mengenai tugas pokok dan tanggungjawab saksi sebagai sekretaris dan bendahara PPK.
“Para saksi ditanya soal jumlah anggaran yang diterima masing-masing PPK dari KPUD Kabupaten SBB, serta realisasi anggaran dari masing-masing PPK untuk penyelenggaraan Pileg dan Pilpres tahun 2014. Sebab, terdapat Rp 9 miliar yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh KPUD setempat,” jelas Wahyudi.
Wahyudi mengungkapkan, total anggaran yang diterima KPUD Kabupaten SBB untuk penyelenggaraan Pileg dan Pilpres tahun 2014 senilai Rp 13,6 miliar bersumber dari APBN. Dari jumlah ini, sebanyak 10,7 miliar telah dipergunakan, termasuk didalamnya diperuntukan bagi 11 PPK.
Di antaranya, Kecamatan Kairatu, Kecamatan Seram Barat, Kecamatan Taniwel, Kecamatan Taniwel Timur, Kecamatan Huamual, Kecamatan Huamual Belakang, Kecamatan Amalatu, Kecamatan Inamosol, Kecamatan Kairatu Barat, Kecamatan Kepulauan Manipa, dan Kecamatan Elpaputih.
Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, lanjut Wahyudi, tim penyidik Kejati Maluku menemukan anggaran yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh KPUD setempat sebesar Rp 9 miliar. Kasusnya kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Modus korupsinya masih digali oleh penyelidik, apakah Rp 9 miliar ini terpakai untuk kepentingan pribadi atau seperti apa. Tunggu saja kelanjutan proses penanganan perkaranya di tahap penyidikan,” ungkapnya.