RAKYATMALUKU.COM — AMBON, — Hasil hitungan appraisal/ tim penilai terhadap pengadaan atau pembebasan lahan seluas tiga hektar untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tual tahun anggaran 2016 senilai Rp 4,8 miliar, yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat melalui Tim Panitia IX Pengadaan Lahan, diduga dibawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Sumber informasi koran ini mengungkapkan, karena terdapat selisih anggaran pembebasan lahan antara hasil hitung appraisal dan NJOP, maka selisih tersebut akan menjadi temuan kerugian keuangan negara oleh Kejati Maluku yang sementara ini menangani kasusnya.
“Temuan Kejati kan bahwa laporan pembayaran lahan hanya berdasarkan NJOP. Sementara hasil hitung appraisal diduga dibawah NJOP. Ini kan temuan,” ungkap sumber koran ini yang meminta namanya dirahasiakan, Senin, 4 April 2022.
Ditanya bukti dari hasil hitungan appraisal tersebut, sumber itu meminta koran ini untuk dapat menanyakannya langsung kepada Jaksa Penyelidik melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Wahyudi Kareba.
“Kalau tidak percaya, silahkan konfirmasi ke penyelidiknya lewat kasi penkum, agar lebih jelas,” tutur sumber itu menyarankan.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, yang dikonfirmasi koran ini mengaku bahwa penyelidik yang melakukan pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan, masih terus berupaya untuk mengungkap ada tidaknya indikasi penyimpangan dalam pengadaan lahan itu.
“Soal kebenaran hasil hitung appraisal dibawah NJOP, ini juga bagian dari upaya penyelidik dalam mengungkap ada tidaknya indikasi penyimpangan dalam pengadaan lahan tersebut. Jadi, tunggu saja sampai semua proses selesai dan kasusnya diekspose,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Undang Mugopal, memastikan bahwa terhadap pengusutan kasus ini, telah ditemukan perbuatan melawan hukum. Salah satunya adalah pembayaran lahan seluas tiga hektare atas delapan sertifikat tersebut, hanya dilaporkan berdasarkan NJOP, dan tanpa memakai hitungan appraisal/ tim penilai.
“Bayar uang tanah tanpa memakai appraisal itu kan sudah salah. Apalagi yang dibayar itu delapan sertifikat tanah. Ada sertifikat di depan dan ada sertifikat di belakang. Kalau di depan tentu harganya lebih mahal, dan di belakang lebih murah. Nah, yang bisa menentukan harga tanah itu appraisal,” ungkap Undang, kepada wartawan di kantornya, Rabu, 16 Maret 2022.
Menurutnya, jika hasil hitungan appraisal sama dengan NJOP terhadap harga tanah di lokasi tersebut, maka tidak masalah. Namun jika hasil hitungan appraisal dibawah NJOP, maka selisih itulah yang akan menjadi temuan kerugian keuangan negaranya.
“Jadi, tanah itu dibayar sesuai NJOP, seharusnya berdasarkan hasil appraisal. Kalau hasil appraisal dengan NJOP sama, tidak ada masalah. Tapi kalau appraisal hitung dibawah NJOP, namun dibayar sesuai NJOP, nah itu keliru,” tegas Undang.